Hal itu disampaikan Hotasi di Pengadian Tipikor Jakarta, Senin (10/12), saat bersaksi pada persidangan perkara korupsi pengadaan pesawat dengan terdakwa mantan general manager (GM) pengadaan pesawat MNA, Tony Sudjiarto. Menurut Hotasi, MNA memang selalu menempatkan security deposit setelah penandatangan LoI (perjanjian sewa) untuk memastikan pesawat tidak jatuh ke pihak lain.
"Airline lain juga begitu. Dalam posisi rebutan pesawat kita harus siap," kata Hotasi di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu.
Ditegaskannya pula, seluruh direksi MNA setuju untuk menyewa dua unit Boeing 737-400 dan 737-500 karena dianggap efisien, laku di pasaran dan hemat bahan bakar. Sepanjang tahun 2006 pada setiap rapat, tutur Hotasi, Direksi MNA selalu membahas pencarian pesawat tipe B737 Classic family yang terdiri dari seri 300, seri 400, dan seri 500.
Tapi karena reputasi keuangan yang buruk, MNA selalu gagal memboyong pesawat tipe itu. Hingga pada Agustus 2006, Direksi MNA mengangkat Tony sebagai GM pengadaan pesawat dengan kewenangan untuk mencari dan merundingkan penyewaan pesawat.
Setelah Tony dan timnya bekerja mencari pesawat yang dikenal dengan sebutan tipe Classic itu, Direksi MNA mendapat informasi tentang penawaran dua unit Boeing yang akan disediakan TALG. "Karena kami melihat sudah ada perjanjian penjualan pesawat dari East Dover (pemilik pesawat) kepada TALG," tegas Hotasi.
Hotasi yang menjadi Dirut MNA selama periode Mei 2002 hingga Februari 2008 itu mengakui, pesawat yang akan disewa MNA memang masih dimiliki East Dover. Namun ada beberapa hal yang membuat direksi yakin untuk menempatkan uang USD 1 juta di kantor pengacara Hume Associates selaku pihak ketiga yang ditunjuk TALG sebagai penerima security deposit.
Salah satu pertimbangannya karena harga sewanya murah dan lazimnya security deposit selalu bisa ditarik lagi jika perjanjian sewa batal. "Direksi mengutamakan harga sewa, kondisi pesawat dan keamanan security deposit refundable (bisa dikembalikan,red). Semua proses pemeriksaan kita lalui," tegas Hotasi yang juga menjadi terdakwa pada perkara yang sama.
Apakah dengan tak dikirimkannya dua pesawat sementara security deposit belum bisa ditarik itu berarti MNA rugi? "Dalam pembukuan secara accounting belum ada kerugian perusahaan, karena masih sebagai piutang, atau tagihan yang harus dikejar," pungkasnya.
Sementara Tony mengakui, dirinya pernah ditugaskan Direksi MNA untuk memeriksa pesawat yang akan disewa dari TALG yang berbasis di Washington DC. Bahkan Tony sudah mengetahui kondisi pesawat yang akan disewa MNA sebelum bersentuhan dengan pihak TALG.
"Sudah tahu kondisi pesawatnya sejak Mei 2006. Barulah pihak TALG mengajukan proposal akan membeli pesawat itu dari East Dover dan menyewakan ke MNA pada Desember 2006," ucapnya.
Karenanya Tony merasa tidak berbuat kesalahan dalam perkara itu. Alasannya, karena seluruh prosedur telah dilalui. "Saya juga cari informasi dari teman-teman di Amerika, saya tak merasa melakukan kesalahan," ucapnya.
Tony dan Hotasi didakwa korupsi karena memperkaya pihak lain terkait penyewaan dua unit pesawat dari TALG yang berbasis di Washington DC pada 2006. Karena pesawat tak dikirim, Merpati menggugat TALG ke pengadilan District Court of Columbia di AS. Akhirnya gugatan itu dimenangkan dan pihak TALG diperintahkan mengembalikan security deposit sebesar USD 1 juta.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Diperiksa KPK, Direktur Adhi Karya Terbirit-birit
Redaktur : Tim Redaksi