jpnn.com - SURABAYA - Para orang tua lebih baik meningkatkan kewaspadaan dengan memeriksakan kondisi buah hati yang baru saja lahir. Dikhawatirkan mereka memiliki kelainan jantung bawaan (congenital heart defect). Dalam CHD Awareness yang diperingati setiap Februari, masyarakat diimbau untuk melakukan pencegahan dini terhadap kelainan tersebut.
Dokter Mahrus Abdur Rahman SpA(K) SpJA dari RSUD dr Soetomo mengatakan, kasus CHD terus meningkat.
BACA JUGA: Siapkan Nutrisi Sejak Awal Kehidupan Anak
Sehari ada 20 pasien yang berobat ke poliklinik. Sementara itu, seminggu poliklinik buka dua kali. Dengan demikian, ada lebih dari 100 pasien tiap bulan.
Padahal, sehari dokter hanya bisa mengoperasi 1-2 pasien. Karena itu, antrean pasien untuk ikut operasi baru habis dua bulan. "Karena operasi ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Paling banter sehari bisa mengoperasi dua pasien. Itu pun yang satu kasusnya ringan," jelas spesialis jantung anak itu.
BACA JUGA: Memahami Kaki untuk Tahu Kondisi Kesehatan Anda
Mahrus menengarai, semakin meningkatnya kasus tersebut disebabkan kehidupan masyarakat yang semakin maju. Selain paparan bahan kimia dan polusi, penyebab kelainan itu diduga karena obat-obatan dan infeksi. Ada juga faktor keturunan, tapi persentasenya kecil, hanya 3 persen. "Penyebabnya lebih banyak faktor luar."
Karena itu, sedapatnya kelainan tersebut dideteksi agar pencegahan dapat dilakukan. Yakni, pada masa kehamilan. Biasanya, gangguan saat masa kehamilan terjadi pada tiga bulan pertama. Masa itu merupakan proses pembentukan organ utama.
BACA JUGA: Mengapa Bra Wajib Bagi Wanita?
Jika ada gangguan, bisa terjadi penyempitan atau lubang di jantung. Karena itu, ibu hamil muda harus berhati-hati. Sebisanya jangan sampai sakit sehingga mengonsumsi obat-obatan, terutama yang dapat berpengaruh pada janin.
Ibu hamil dianjurkan konsultasi ke dokter jika akan mengonsumsi obat. Selain itu, tidak boleh sembarangan mengonsumsi makanan. Hindari bahan pengawet. Juga paparan pestisida. Upayakan tidak terserang flu karena virus ganas bisa memengaruhi pertumbuhan janin. Hindari pula asap rokok dan asap kendaraan.
Deteksi dini bisa dilakukan dengan melakukan USG janin 4 dimensi pada masa kehamilan mencapai 16-18 minggu. Dengan pemeriksaan, bisa diketahui kondisi jantung dan kelainan lain. "Jika memang ada kelainan, bisa diantisipasi upaya yang dilakukan saat bayi sudah lahir," jelas Mahrus.
Prevalensi kelainan itu sekitar 2-3 persen dari jumlah kelahiran hidup. Di antara 100 bayi yang lahir, diperkirakan ada 2-3 bayi yang mengalami CHD. Karena itu, perencanaan kehamilan sangat penting.
Kelainan tersebut sejatinya bisa diobati atau dikoreksi. Penanganan melalui operasi bisa dengan kateterisasi. Yakni, memasukkan alat ke pembuluh dengan menutup lubang yang bocor.
Ada dua jenis kelainan jantung. Kelainan bawaan dan yang didapat setelah lahir. Pada anak-anak, 80 persen mengalami kelainan jantung bawaan.
Kelainan itu terbagi dua. Pertama, non-sianotik atau bayi tidak biru. Contohnya, VSD (ventricular septal defect atau lubang pada sekat bilik jantung), ASD (atrial septal defect atau lubang pada sekat antar serambi jantung), dan PDA (patent ductus arteriosus atau kelainan pada saluran yang menghubungkan antara pembuluh darah yang ada di jantung). Kedua, sianotik atau bayi terlihat biru (kasusnya lebih berat). Misalnya, karena darah kotor masuk ke seluruh tubuh sehingga oksigen dalam tubuh berkurang.
Ada baiknya orang tua mewaspadai bila mendapati gejala itu pada anaknya. Gejala awal yang sering muncul jika kasusnya biru, antara lain, tubuh biru, napas cepat, mudah capai, dan pertumbuhan terhambat. Sering kali berat badan tidak sesuai dengan usia.
Pada kasus yang tidak biru, gejalanya, antara lain, sesak napas atau tersengal-sengal, sering batuk, dan mudah capai. "CHD sendiri bisa sembuh asalkan mendapat penanganan yang tepat. Jika tahu ada kelainan jantung, segera diperiksakan sehingga tidak muncul komplikasi," ungkap pria asli Bima, NTB, itu. (kit/c6/end)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bahan Tambahan Makanan Belum Terbukti Picu Kanker
Redaktur : Tim Redaksi