jpnn.com - BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta adanya penyiapan skenario revisi upah minimum kota jika pemerintah pusat jadi menaikan harga BBM bersubsidi. Ini dirasa penting agar daerah bisa merevisi nilai UMK sebagai respons kenaikan BBM.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Hening Widyatmoko mengatakan, kenaikan BBM akan berdampak pada penetapan nilai UMK. Bahkan, menurutnya, kenaikan BBM akan memundurkan penetapan serta mengoreksi besaran UMK.
BACA JUGA: Mendagri Bakal Ganjal IMB Centre Point
"Kekhawatiran BBM naik, pasti ada koreksi nilai UMK, atau bahkan penundaan," kata Hening di Gedung Sate, Bandung, Selasa (4/11).
Hening menjelaskan, jika harga BBM naik, pemerintah pusat harus menyiapkan aturan agar daerah bisa mengoreksi nilai UMK.
BACA JUGA: Di Bateng 5 Siswa SMA Positif Nyabu
Jika BBM naik tanpa diikuti adanya aturan terkait UMK, hal ini menjadi masalah besar mengingat saat penetapan UMK di kabupaten/kota, harga BBM belum naik. Terlebih, dari 60 item kebutuhan hidup layak, lebih dari setengahnya berkaitan dengan perubahan harga BBM.
"Ada aspek transportasi dan lain-lain. Kalau nanti tidak ada aturan untuk mengoreksi, sementara UMK sudah ditetapkan, saya yakin buruh akan demo terus. Karena ini alasannya kuat," paparnya.
BACA JUGA: Seleksi CPNS, Hanya 150 Peserta Lolos TKD
Hening menambahkan, besaran kenaikan UMK akan sangat bergantung nilai kenaikan harga BBM. Maka dari itu, pihaknya mengaku telah meminta pertemuan dengan menteri terkait untuk membahas hal ini.
Sementara itu, Hening mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menerima usulan nilai UMK dari seluruh kabupaten/kota. Namun, berdasarkan informasi yang diterimanya, sejumlah daerah sudah memproses dan memiliki nilai.
"Terutama daerah-daerah industri. Dibandingkan tahun lalu, tahun ini lebih baik, mereka sudah punya survei lebih awal," ucapnya.
Terkait tuntutan buruh yang meminta kenaikan UMK 30 persen, Hening menilai hal ini terjadi dalam setiap tahunnya. Namun, pihaknya memastikan kenaikan UMK setiap tahunnya tidak lebih dari 20 persen jika didasarkan pada mekanisme dan survei KHL.
Setiap tahunnya, tambah Hening, kenaikan besaran UMK rata-rata kurang dari Rp 500 ribu. Angka ini menunjukan kenaikan tidak sampai 30 persen, atau hanya ada di kisaran 20 persen.
"Survei yang 60 komponen itu dipukul rata dapat nilai sekian. Ada rumusnya, dan itu tidak sampai 30 persen. Mungkin kalau BBM naik saya tidak tahu. Tapi kalau 30 persen tanpa aturan jelas kan tidak fair. Perusahaan bisa tutup," pungkasnya. (agp)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perketat Penjualan Komix dan Aibon
Redaktur : Tim Redaksi