JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengasumsikan manfaat yang diperoleh dari kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi lebih kecil dibandingkan biaya sosial ekonomi yang harus ditanggung oleh perekonomian.
Pengamat Ekonomi Indef Ahmad Erani Yustika, Rabu (28/3) mengatakan dengan asumsi kenaikan BBM sebesar Rp1500 per liter, berdasarkan simulasi yang dilakukan INDEF, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi akan merosot menjadi 5,8 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini disebabkan jatuhnya investasi akibat kenaikan suku bunga kredit.
Selain itu, lanjutnya inflasi melonjak sebesar 3-4 persen sehingga daya beli masyarakat jatuh. Dimana kaum miskin daya belinya berkurang sekitar 10-15 persen.
"Jumlah kemiskinan meningkat 1,1-1,3 persen atau sekitar 1,5 juta penduduk akibat penurunan daya beli, meskipun aneka skema kompensasi sudah dijalankan," tandasnya.
Menurutnya, secara keseluruhan pendapatan nasional atau produk domestik bruto (PDB) berkurang sebesar Rp125 triliun dibandingkan apabila BBM tidak dinaikan sehingga pertumbuhan ekonomi 6,5 persen. "Dampak tersebut masih bisa diteruskan efeknya terhadap kenaikan pengangguran maupun penurunan ekspor," pungkasnya. (naa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Raskin ke 14 Antisipasi Kenaikan BBM
Redaktur : Tim Redaksi