JAKARTA--Wacana kenaikan harga BBM terus bergulir. Lambatnya pemerintah memutuskan hal itu membuat kekecewaan banyak pihak. Ditingkat pengamat perekonomian, semakin molornya keputusan diambil akan berdampak permasalahan defisit anggaran belanja yang tidak terselesaikan. Sementara itu di tingkat masyarakat, ketidakpastian kenaikan BBM telah menimbulkan spekulasi kenaikkan harga kebutuhan hidup.
Wakil Direktur Ekssekutif Reforminer Institutr Komaidi Notonegoro menerangkan pihaknya tengah jenuh melihat pemerintah yang masih bimbang menaikkan BBM. Sebab ia telah menyampaikan wacana itu sejak 2009 lalu. "Defisit anggaran belanja menjadi buktinya. Realisasi yang melebihi asumsi, semakin memperbesar defisit anggaran," katanya saat dihubungi, Minggu (5/5)
Ia menuturkan, opsi harga tertinggi kenaikan BBM Rp 6.500 itu sebenarnya belum bisa menutupi defisit anggaran. Diperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini sekitar 30-40 triliun. Jika harga BBM dinaikkan Rp 1.500 akan menghemat Rp 70 triliun dalam setahun. Jika BBM dinaikan mulai pertengahan tahun maka yang didapat dana penghematan Rp 35 triliun.
"Itu belum cukup. Belum lagi pemerintah mewacanakan akan memberi kompensasi, lubang defisit akan masih sulit tertutupi," katannya. Ia menyarankan, pemerintah setidaknya menaikkan harga BBM di level Rp 7 ribu atau jika tidak di level harga Rp 6 ribu tapi tanpa kompensasi.
Komaidi yakin masyarakat bisa menjangkau harga. Sebab pada 2008 lalu harga BBM sempat bertengger pada level harga tersebut. Saat itu masyarakat bisa menerima dan menjangkaunya. Padahal tingkat perekonomian dan daya beli masyarakat belum sebagus saat ini.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Raja Sapta Oktohari mengungkapkan gembar gempor kenaikan harga telah dimanfaatkan oleh spekulan. Sehingga saat ini harga pangan mulai merangkak naik. "Spekulan telah memanfaatkan ketidakpastian ini. Misalkan saja ada yang menahan solar sehingga menghambat distribusi bahan pokok," terangnya.
Raja mendesak pemerintah segera memutuskan kenaikan BBM. Jika salah ambil momentum, ia khawatir bakal terjadi kenaikan dua kali lipat. Pertama mengenai kenaikan bahan pokok menjelang Bulan Puasa lalu yang terkait kenaikan harga BBM.
"Bagi pengusaha asalkan rasional kenaikan harganya tidak ada masalah. Yang penting tingkat ketersediaan. Jangan sampai sudah naik tapi masih sulit mendapatkannya," ujarnya. Ia mengungkapkan saat ini banyak pengusaha daerah yang mengeluhkan kelangkaan premium dan solar. (uma)
Wakil Direktur Ekssekutif Reforminer Institutr Komaidi Notonegoro menerangkan pihaknya tengah jenuh melihat pemerintah yang masih bimbang menaikkan BBM. Sebab ia telah menyampaikan wacana itu sejak 2009 lalu. "Defisit anggaran belanja menjadi buktinya. Realisasi yang melebihi asumsi, semakin memperbesar defisit anggaran," katanya saat dihubungi, Minggu (5/5)
Ia menuturkan, opsi harga tertinggi kenaikan BBM Rp 6.500 itu sebenarnya belum bisa menutupi defisit anggaran. Diperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini sekitar 30-40 triliun. Jika harga BBM dinaikkan Rp 1.500 akan menghemat Rp 70 triliun dalam setahun. Jika BBM dinaikan mulai pertengahan tahun maka yang didapat dana penghematan Rp 35 triliun.
"Itu belum cukup. Belum lagi pemerintah mewacanakan akan memberi kompensasi, lubang defisit akan masih sulit tertutupi," katannya. Ia menyarankan, pemerintah setidaknya menaikkan harga BBM di level Rp 7 ribu atau jika tidak di level harga Rp 6 ribu tapi tanpa kompensasi.
Komaidi yakin masyarakat bisa menjangkau harga. Sebab pada 2008 lalu harga BBM sempat bertengger pada level harga tersebut. Saat itu masyarakat bisa menerima dan menjangkaunya. Padahal tingkat perekonomian dan daya beli masyarakat belum sebagus saat ini.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Raja Sapta Oktohari mengungkapkan gembar gempor kenaikan harga telah dimanfaatkan oleh spekulan. Sehingga saat ini harga pangan mulai merangkak naik. "Spekulan telah memanfaatkan ketidakpastian ini. Misalkan saja ada yang menahan solar sehingga menghambat distribusi bahan pokok," terangnya.
Raja mendesak pemerintah segera memutuskan kenaikan BBM. Jika salah ambil momentum, ia khawatir bakal terjadi kenaikan dua kali lipat. Pertama mengenai kenaikan bahan pokok menjelang Bulan Puasa lalu yang terkait kenaikan harga BBM.
"Bagi pengusaha asalkan rasional kenaikan harganya tidak ada masalah. Yang penting tingkat ketersediaan. Jangan sampai sudah naik tapi masih sulit mendapatkannya," ujarnya. Ia mengungkapkan saat ini banyak pengusaha daerah yang mengeluhkan kelangkaan premium dan solar. (uma)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Optimis Sumut Berkembang Pesat
Redaktur : Tim Redaksi