jpnn.com, BALI - Bea Cukai menghadapi beragam tantangan dalam pengawasan impor obat dan makanan.
Karena itu sangat dibutuhkan kerja sama erat antar-kementerian dan lembaga.
BACA JUGA: Bea Cukai Jayapura Optimalkan Pelayanan Ekspor Lewat Portal Ceisa 4.0
Mengingat hal tersebut, Bea Cukai bersama BPOM dan Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) menggelar focus group discussion (FGD) terkait pengawasan obat dan makanan pada barang kiriman dan barang bawaan penumpang pada Kamis (7/11).
Kepala Kanwil Bea Cukai Bali, NTB, dan NTT Fadjar Donny menjelaskan FGD ini menggambarkan sinergi yang sudah terjalin dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan.
BACA JUGA: Ini Upaya Kanwil Bea Cukai Banten Wujudkan Komitmen Siap Berantas Narkotika
"Kegiatan ini juga menjadi kesempatan yang sangat baik untuk dapat mendiskusikan solusi atas permasalahan yang terjadi di lapangan," ujar Fadjar.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo menyampaikan ketiga instansi melalui diskusi ini saling bertukar informasi dan merumuskan strategi-strategi pengawasan yang harus dan dapat diterapkan.
BACA JUGA: UMKM Binaan Bea Cukai Pontianak Sukses Ekspor 4,8 Ton Produk Rumah Tangga ke Malaysia
Diskusi ini juga turut mempererat sinergi dalam menghadapi tantangan di lapangan, sekaligus menyesuaikan pedoman kerja demi peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
“Ada beragam tantangan dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan di lapangan, baik untuk keperluan personal used maupun non-personal used. Terlebih keduanya termasuk dalam barang-barang yang impornya dilarang atau dibatasi,” kata Budi Prasetiyo.
Barang larangan dan pembatasan (lartas) adalah barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor ke dan dari daerah pabean.
Barang lartas diawasi ketat pemerintah dan memerlukan izin khusus untuk perdagangan internasional.
Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan nasional, seperti industri dalam negeri, melindungi masyarakat dari barang-barang berbahaya, menjaga kesehatan, serta mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem.
“Terkait proses kepabeanannya, hal ini diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang nomor 17 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.04/2020 tentang Pengawasan Impor Ekspor Barang Lartas,” terang Budi.
Turut mendukung pelaksanaan FGD tersebut, pihak Asperindo yang diwakili Ketua DPW Asperindo Bali Bagus Arsana menegaskan bagi pihaknya yang menjadi wadah pengusaha jasa kiriman, pertemuan tersebut sangat bermanfaat karena menjadi salah satu bentuk edukasi.
Dia juga menyampaikan pihaknya ke depan akan menyebarluaskan informasi ini kepada anggota asosiasi agar turut mendukung pemerintah dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan.
Pengawas Farmasi dan Makanan Direktorat Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor, BPOM Ferry Tri Aryati juga menegaskan pihaknya menyadari tantangan dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan untuk penggunaan pribadi memerlukan kolaborasi lintas sektor.
Karena itu, kata Ferry, diskusi ini menjadi jalan keterbukaan data dan meningkatkan koordinasi positif antarlembaga ke depannya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi