Bea Keluar Validasi Data Ekspor Tambang

Jumat, 25 Mei 2012 – 10:51 WIB

JAKARTA - Pengenaan bea keluar komoditas mineral diharapkan bisa turut memperbaiki data ekspor hasil tambang tersebut. Selama ini pencatatan ekspor komoditas tersebut tidak terlalu diawasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu. Karena itu, bisa saja data yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) berbeda dengan perdagangan nyata di pelabuhan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan, sebelum dikenakan tarif bea keluar, aparat Bea dan Cukai memang tidak wajib memeriksa pelaporan ekspor mineral. "Selama ini hanya dilaporkan volume sekian nilainya sekian, tanpa Bea Cukai merasa perlu mengecek nilainya benar atau tidak," kata Bambang di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (24/5).

Pencatatan ekspor barang dilaporkan kepada Bea dan Cukai. BPS lalu mendata berdasar laporan itu. Bambang mengatakan, ada kemungkinan pencatatan tersebut di bawah estimasi. Dengan pengenaan bea keluar, data yang didapat akan lebih akurat. Kesahihan data ini penting. Menurut Bambang, selain untuk penerimaan negara, data ekspor juga memengaruhi neraca pembayaran. "Ini berhubungan dengan balance of payment kita," katanya.

Menteri keuangan telah menerbitkan PMK No 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar. Beleid tersebut berlaku sejak 16 Mei 2012. Melalui aturan itu, 65 jenis mineral mentah dikenakan tarif 20 persen.

Dalam UU Mineral dan Batubara, komoditas tambang dilarang diekspor dalam bentuk barang mentah mulai 2014. Bambang mengatakan, larangan tersebut membuat ekspor komoditas mineral meningkat tajam sejak 2009.

Menurut Bambang, kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan. Karena itu, pemerintah harus memberikan disinsentif berupa bea keluar. Sebaliknya, pemerintah akan memberikan insentif fiskal untuk pembangunan smelter atau pengolah mineral mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

Bambang mengatakan, komoditas terbarukan seperti CPO dan kakao telah dikenai bea keluar. "Apalagi ini mineral tidak renewable," kata mantan dekan FE Universitas Indonesia itu.

Mengenai pembatasan ekspor batu bara, menurut Bambang, pemerintah masih akan mengkaji. Dia mengatakan, pemurnian pengolahan batu bara tidak semudah mineral. Selain itu, cadangan mineral juga tidak sebesar batu bara sehingga pembatasan mineral harus didahulukan.  "Untuk batu bara ini, harus didalami lagi karakter komoditasnya," katanya.

Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan, komoditas mineral harus diolah untuk memberikan nilai tambah. "Bauksit itu kalau diolah nilainya bisa tiga puluh kali lipat," ujarnya. (sof/c1)
   
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pluit Sea View, Landmark Baru di Pluit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler