JAKARTA - Semakin meningkatnya volume impor teh yang masuk di Indonesia membuat Kementerian Perdagangan bakal merevisi bea impor teh. Jika saat ini bea masuk semua produk teh dipukul rata, kedepan bakal dibedakan berdasarkan jenisnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan sejak tiga tahun terakhir impor teh di Indonesia terus meningkat 15-20 persen per tahun. Itu sangat memprihatinkan, sebab Indonesia mestinya menjadi big player. "Untuk melindungi teh dalam negeri, kami dari Kementerian Perdagangan bakal merevisi beberapa kebijakan, salah satunya bea masuk," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (9/1).
Bayu menjelaskan, saat ini bea masuk semua produk the sekitar lima persen. Nantinya, bea masuk akan dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu bahan baku teh, bahan baku penolong, dan produk teh jadi. Bayu menyadari, untuk menutup impor teh itu sangatlah tidak mungkin. Sebab ia mengetahui untuk mendapat satu ramuan teh yang diinginkan diperlukan beberapa jenis teh, termasuk di dalamnya teh impor. Teh itu digunakan untuk membedakan rasa dan aroma.
Selain itu, untuk memperketat impor teh. Ia juga akan merevisi Standart Nasional Indonesia (SNI) teh. "SNI teh memang sudah ada, namun itu sudah tak cocok lagi dengan keadaan saat ini. Misalkan saja kemasan teh. Dulu mungkin hanya teh seduh "tapi saat ini sudah ada teh celup dengan aneka kemasan," katanya
Produksi teh dalam negeri saat ini, lanjutnya, ditopang oleh perkebunan-perkebuna milik BUMN yaitu PTPN. Volume produksi teh tahun lalu mencapai 120 ribu ton daun teh sedangkan volume impornya mencapai 20 ribu ton. Teh-teh itu diimpor dari Srilanka, India, Kenya, dan Vietnam.
Khusus untuk teh dari Vietnam itu, ia bakal mengawasi secara khusus. Sebab teh yang diimpor bukanlah teh premium. "Kualitasnya kurang bagus, dari kasat mata bentuknya bagus tapi tidak ada rasanya," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, salah satu anak perusahaan PTPN dan RNI, Iman Bimantara mengungkapkan, mengenai teh, saat ini yang menjadi permasalahan besar bukanlah bea masuk namun non tariff barrier.
Ada 16 negara yang menetapkan non tariff barrier teh. "Untuk bisa masuk ke pasar ekspor sangat susah, tapi di Indonesia belum ada non tariff barrier teh, sehingga teh impor bisa mudah masuk," terangnya.
Iman menuturkan saat ini negara tujuan ekspor teh Indonesia di Uni Eropa dan Rusia. Jika melihat pasar, ia mengungkapkan, teh Indonesia banyak diminati. "Bahkan di Pakistan, teh Indonesia menjafi quality component produk teh di sana," katanya.(uma)
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan sejak tiga tahun terakhir impor teh di Indonesia terus meningkat 15-20 persen per tahun. Itu sangat memprihatinkan, sebab Indonesia mestinya menjadi big player. "Untuk melindungi teh dalam negeri, kami dari Kementerian Perdagangan bakal merevisi beberapa kebijakan, salah satunya bea masuk," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (9/1).
Bayu menjelaskan, saat ini bea masuk semua produk the sekitar lima persen. Nantinya, bea masuk akan dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu bahan baku teh, bahan baku penolong, dan produk teh jadi. Bayu menyadari, untuk menutup impor teh itu sangatlah tidak mungkin. Sebab ia mengetahui untuk mendapat satu ramuan teh yang diinginkan diperlukan beberapa jenis teh, termasuk di dalamnya teh impor. Teh itu digunakan untuk membedakan rasa dan aroma.
Selain itu, untuk memperketat impor teh. Ia juga akan merevisi Standart Nasional Indonesia (SNI) teh. "SNI teh memang sudah ada, namun itu sudah tak cocok lagi dengan keadaan saat ini. Misalkan saja kemasan teh. Dulu mungkin hanya teh seduh "tapi saat ini sudah ada teh celup dengan aneka kemasan," katanya
Produksi teh dalam negeri saat ini, lanjutnya, ditopang oleh perkebunan-perkebuna milik BUMN yaitu PTPN. Volume produksi teh tahun lalu mencapai 120 ribu ton daun teh sedangkan volume impornya mencapai 20 ribu ton. Teh-teh itu diimpor dari Srilanka, India, Kenya, dan Vietnam.
Khusus untuk teh dari Vietnam itu, ia bakal mengawasi secara khusus. Sebab teh yang diimpor bukanlah teh premium. "Kualitasnya kurang bagus, dari kasat mata bentuknya bagus tapi tidak ada rasanya," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, salah satu anak perusahaan PTPN dan RNI, Iman Bimantara mengungkapkan, mengenai teh, saat ini yang menjadi permasalahan besar bukanlah bea masuk namun non tariff barrier.
Ada 16 negara yang menetapkan non tariff barrier teh. "Untuk bisa masuk ke pasar ekspor sangat susah, tapi di Indonesia belum ada non tariff barrier teh, sehingga teh impor bisa mudah masuk," terangnya.
Iman menuturkan saat ini negara tujuan ekspor teh Indonesia di Uni Eropa dan Rusia. Jika melihat pasar, ia mengungkapkan, teh Indonesia banyak diminati. "Bahkan di Pakistan, teh Indonesia menjafi quality component produk teh di sana," katanya.(uma)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta Ingin Peserta KTT APEC Gunakan Mobil Listrik
Redaktur : Tim Redaksi