Bebaskan Polisi Perantara Suap, Bukti KPK Masih Tebang Pilih

Minggu, 12 April 2015 – 10:49 WIB
Ketua Presidium IPW Neta S Pane. Foto: Dokumen JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Indonesia Police Watch menilai Komisi Pemberantasan Korupsi tebang pilih. Hal ini terkait dilepaskannya Briptu Agung Krisdianto yang terjaring dalam operasi tangkap tangan bersama Anggota DPR Adriansyah di Bali.

"Ini menunjukkan dalam melakukan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi lembaga rasuah itu telah melakukan tebang pilih," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane, Minggu (12/4).

BACA JUGA: KPK Didorong Gelar Operasi Tangkap Tangan di NTT

Padahal, kata Neta, peran Briptu Agung sangat strategis. Tanpa perannya, kata dia, tidak akan pernah terjadi perkara suap antara pengusaha dengan anggota DPR.

IPW menyayangkan sikap KPK yang membebaskan Briptu Agung. IPW mendesak agar KPK segera menahan anggota Polri tersebut.

BACA JUGA: Nonaktifkan Puan di DPP, Mega Masih Takut sama Jokowi?

"Sebab Briptu Agung Krisdianto adalah kurir pengantar uang suap dari pengusaha Andrew Hidayat kepada anggota DPR Adriansyah," ujarnya.

Anehnya, lanjut dia, Briptu Agung dilepaskan KPK dengan alasan tak ada bukti kuat. Padahal peran Briptu Agung yang membuat KPK bisa melakukan tangkap tangan terhadap anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

BACA JUGA: Wah! Peredam Konflik Antar Politisi Senayan Ternyata Para Istrinya

"Dalam kasus ini Briptu Agung bisa terkena turut serta Pasal 55, 56 dan 57 KUHP, yakni "membantu melakukan" sebuah tindak pidana," jelasnya.

Dalam kasus Briptu Agung ini tindak pidana penyertaan (deelneming) masuk kategori yang turut melakukan atau yang membantu melakukan.

"Sehingga setidak-tidaknya Briptu Agung seharusnya terkena pasal 55 KUHP dan bukan dibebaskan KPK," ungkapnya.

Ia menilai sikap KPK yang membebaskan Briptu Agung ini sangat aneh karena dalam banyak kasus, pihak yang turut serta membantu terjadinya tindak pidana (kejahatan) selalu diproses dan dikenakan hukuman yang berat.

Doa mencontohkan, Kombes Wiliardi Wizard yang berperan hanya memperkenalkan pihak-pihak yang kemudian menjadi eksekutor Nazaruddin. Faktanya, Wiliardi divonis 10 tahun penjara bersama mantan Ketua KPK Antasari Azhari.

Begitu juga dalam kasus narkoba, banyak sekali kurir yang sesungguhnya tidak tahu apa-apa dan diperdaya para bandar tetap diproses dan divonis pengadilan. Salah satu di antaranya Rani Andriani alias Mellisa Aprillia, perempuan asal Cianjur, Jawa Barat yang 18 Januari 2015 dieksekusi mati.

"Apakah ada perbedaan hukum dalam kasus korupsi, sehingga Briptu Agung Krisdianto, kurir pengantar uang suap dari pengusaha Andrew Hidayat kepada anggota DPR Adriansyah dilepaskan KPK?" katanya.

Dia melanjutkan, apakah peran kurir yang strategis, yang "membuat" hingga terjadinya tindak pidana suap bisa dikatakan KPK sebagai "tidak ada bukti kuat" dan kemudian membebaskan Briptu Agung.

"Sikap KPK dalam kasus Briptu Agung sangat aneh dan akan membuat banyak polisi leluasa menjadi kurir uang suap," kata Neta. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Densus 88 Tangkap Terduga ISIS di Petamburan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler