Begini Pendapat Ahli Pidana Pihak Polisi di Sidang Praperadilan Habib Rizieq

Jumat, 08 Januari 2021 – 16:07 WIB
Eva Achjani Zulfa, ahli pidana dari pihak termohon dalam sidang praperadilan Habib Rizieq di PN Jaksel, Jumat (8/1). Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pihak Polda Metro Jaya menghadirkan saksi ahli dalam sidang praperadilan penetapan tersangka dan penahanan Habib Rizieq Shihab pada Jumat (8/1).

Salah seorang saksinya adalah ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa.

BACA JUGA: Kombes Yusri Ungkap Kondisi Terkini Kesehatan Habib Rizieq

Eva dalam kesaksiannya menyampaikan tentang Pasal 93 UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dia juga menjelaskan mengenai pasal-pasal yang diterapkan polisi dalam menetapkan Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka di kasus kerumunan massa terkait pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan, Jakarta Pusat.

BACA JUGA: Jokowi Kalah, PTUN Nyatakan Sitti Hikmawatty Tidak Bersalah

Saat itu, Eva menjelaskan Pasal 216 KUHP tentang perbuatan menghalang-halangi pejabat, di mana konteks pejabat itu merupakan pejabat pemerintahan dan pejabat hukum atau pidana.

Menurut Eva, Pasal 216 KUHAP itu bisa berhubungan pula dengan Pasal 93 UU tentang Kekarantinaan Kesehatan.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Rizieq Sakit, Bu Mega Murka, Wapres Ma’ruf Langsung Berikan Tugas Khusus untuk Menag Yaqut

"Sebab, kata-kata dalam pasal 93 setiap orang yang tak mematuhi karantina kesehatan, kepada petugas kekarantinaan, ini berarti bentuk melawan dan menantang petugas," katanya di persidangan, Jumat (8/1).

Selain itu, kata Eva, Pasal 93 memuat tentang kekarantinaan kesehatan, di mana karantina kesehatan itu merupakan kondisi karantina di suatu wilayah, baik darat maupun laut.

Namun, katanya, pengertian karantina kesehatan itu sejatinya harus dijelaskan oleh ahlinya, yakni ahli epidemiologi.

Eva berpendapat bahwa kondisi karantina itu sejatinya berkaitan dengan peraturan pemerintah daerah.

Lebih jauh dalam konteks saat ini, karantina kesehatan itu masuk dalam kategori PSBB dan pembatasan pergerakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah daerah aturannya.

"Jadi ada keterkaitan (UU Karantina dengan Aturan Daerah) dan soal jadi tindak pidana itu bisa berdiri sendiri. Bicara kedaruratan kesehatan, PSBB bagian dari kalau sudah ditetapkan gubernur, kita PSBB, artinya dalam kondisi Kedaruratan Kesehatan," tutur Eva.

Eva lantas mencontohkan, seandainya dia mengajak mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa, dan tidak mematuhi protokol kesehatan (Prokes), hal itu bisa mengakibatkan kedaruratan kesehatan.

"Contoh, saat saya ajak mahasiswa demo itu konteksnya membawa pasal 93, berkaitan dengan 216, dan kehadiran saya ketika demo tak pakai masker, saya melakukan tindak pidana, tidak patuh Prokes dan menyebabkan kedaruratan kesehatan," tutupnya.(cr3/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler