jpnn.com, PYONGYANG - PBB mengungkap perlakuan tidak manusiawi terhadap sekelompok tahanan perempuan di Korea Utara. Laporan itu menyebut sekitar 100 tahanan mengalami penyiksaan, pemerikosaan dan berbagai tindak kekerasan lainnya.
Para korban adalah warga Korut yang ditahan pada 2009-2010 lantaran berusaha membelot ke Korea Selatan. Setelah dibebaskan, para penyintas diwawancarai oleh penyidik dari PBB di Seoul.
BACA JUGA: Ini Alasan Bima Ingin Timnas U-16 Jajal Korut, Korsel dan Yordania
Kesaksian mereka terangkum dalam laporan berjudul "I Still Feel The Pain" yang dirilis PBB, Rabu (28/7).
Banyak penyintas mengaku mereka jadi korban kekerasan, tubuhnya diperiksa secara kasar, aborsi paksa, bahkan pemerkosaan oleh aparat.
BACA JUGA: Korut dan Korsel di Ambang Perang Sepiker
Setelah menjalani masa hukuman di penjara, ratusan perempuan itu berhasil melarikan diri ke Korea Selatan.
"Saya tidak tidur dan terus bekerja demi menghindari siksaan. Saya tidak ingin dipukul. Siksaan itu begitu parah sampai saya ingin bunuh diri," kata seorang penyintas sebagaimana dikutip dalam laporan tersebut.
BACA JUGA: Korut dan Korsel Bersitegang, Pesawat Kim Jong-un Jauhi Pyongyang
Korea Utara belum menanggapi isi laporan itu. Namun, beberapa kali pemerintah mengatakan kritik yang menyasar catatan buruk penegakan HAM di Korea Utara merupakan "plot untuk menggulingkan rezim".
Seorang penyintas lainnya menceritakan ia diperkosa oleh aparat pada 2010 saat malam-malam pertama dalam tahanan.
"Ia (pelaku, red) mengancam bahwa saya akan dipermalukan jika menolak dia. Dia bahkan mengatakan dapat membantu saya dibebaskan lebih cepat jika saya melakukan apa yang dia minta," kata korban.
Pengumpulan kesaksian dan informasi di Korea Utara merupakan pekerjaan yang sulit. Laporan itu juga kesulitan mengumpulkan informasi di Korut telah membatasi kemampuan PBB untuk memverifikasi kesaksian para penyintas.
Salah satu penyusun laporan dan pegawai PBB bidang HAM, Daniel Collinge, mengatakan laporan itu bertujuan memberi tekanan bagi Pyongyang agar pemerintah Korut memperbaiki kualitas penegakan HAM.
Ia juga mendesak otoritas di negara-negara lain untuk tidak mendeportasi para pembelot dari Korut yang telah mempertaruhkan hidup mereka untuk mendapatkan kebebasan dan hidup yang layak.
Pemerintahan Korea Selatan yang dipimpin Presiden Moon Jae-in belum lama ini dikritik sejumlah pihak karena mencabut izin kelompok masyarakat Korut yang berhasil membelot.
Bahkan, Korsel sempat melarang kelompok itu mendistribusikan brosur kampanye anti-Pyongyang melewati perbatasan. Langkah itu dilakukan karena Korsel berusaha memperbaiki hubungan dengan Korut. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil