Begini Tanggapan Kapolres Soal Hasil Autopsi Iyeck Nanda Saputra

Sabtu, 01 Oktober 2016 – 23:23 WIB
ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com - WAIKABUBAK - Proses penegakan hukum terhadap korban pembunuhan Iyeck Nanda Saputra di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) belum mendapatkan titik terang penyelesaian, baik oleh  penyidik Polda NTT maupun pihak kepolisian setempat. Padahal, insiden pembunuhan itu terjadi pada tanggal 22 Januari 2014 silam.

Kapolres Sumba Barat, AKBP Muhamad Erwin, di Waikabubak ibu kota Kabupaten Sumba Barat, Kamis (29/9), mengatakan hasil visum et repertum (autopsi) oleh Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Instalasi Kedokteran Forensik pada tanggal 2 September 2014 menyebutkan penyebab kematian korban karena kekerasan benda tumpul pada wajah (daerah hidung dan wajah). Hal itu mengakibatkan patah tulang hidung dan pipi serta kerusakan jalan nafas bagian atas.

BACA JUGA: Tragis! Partoni Tewas Diserang Ribuan Tawon

Menurutnya, pernyataan dokter bahwa peristiwa penganiayaan sebagai penyebab kematian korban adalah keputusan sepihak. Tidak dapat dijadikan fakta hukum.

“Boleh tidak dokter mengatakan hal seperti itu? Dokter tidak boleh mengatakan atau memvonis bahwa itu adalah penganiayaan. Itu tidak dapat dijadikan fakta hukum. Kami akan memeriksa ulang,” kata Erwin.

BACA JUGA: Alamak! Suami Pergoki Istri Berduaan di Kos Selingkuhannya

Sejauh ini, lanjut Erwin, pihaknya hanya menangani motif kasusnya. Yakni lakalantas.

"Kami belum menemukan bukti termasuk pelaku yang ditetapkan tersangka meskipun pihak keluarga menuntut dan meyakini bahwa kasus tersebut adalah pembunuhan. Sejauh ini kami masih melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut,” ungkapnya seperti siaran pers yang dikirim Guche, Sabtu (1/10).

BACA JUGA: Istri Polisi yang Selingkuh Ternyata Oknum PNS

Ibu kandung korban, Hadijah Usman mengatakansejauh ini pihak keluarga didampingi kuasa hukum telah melakukan berbagai upaya agar kasus ini dapat diungkap secara benar dan adil. Apalagi diperkuat dengan bukti hasil autopsi yakni peristiwa penganiayaan.

“Kami masih mengharapkan keadilan dan kepastian hukum atas kematian anak kami. Sudah dua tahun kasus ini terjadi namun belum ada hasil yang kami dapatkan,” kata Hadijah Usman.

"Jangan sampai kasus kematian anak kami ini dibiarkan begitu saja tanpa ada tindak lanjut dari pihak yang berwenang. Kami masih menuntut keadilan hukum,” katanya lagi dengan nada haru.

Kuasa hukum ibu Hadijah Usman, Gabriel Sola mengatakan setelah dua tahun berlalu tanpa ada titik terang penyelesaian baik dari Polda NTT maupuun Polres Sumba Barat, pihaknya akan menyurati Kapolri untuk mengambil alih penanganan kasus tersebut.

“Kami menilai ada upaya pembiaran terhadap kasus ini. Kami menyayangkan kinerja dan tindak lanjut penanganan oleh pihak Polda NTT dan Polres Sumba Barat,” kata Gabriel Sola.

Menurut Gabriel, kebenaran dan keadilan harus diungkap sesuai fakta dan bukan sebaliknya direkayasa. Hal itu yang mendorong Gabriel untuk menyurati pihak Kapolri dan meminta agar mengambil alih penanganan kasus ini. “Ini perlu agar keluarga korban bisa mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum di balik kasus kematian tersebut,” kata Gabriel.

Gabriel menambahkan sesuai penuturan ibu korban, dalam penanganan laporan dugaan pembunuhan tersebut, terdapat pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Anggota Polres Sumba Barat, Ali Akbar dan kawan-kawan. Yakni meminta uang sejumlah Rp 93.500.000 (Sembilan Puluh Tiga Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) kepada ibu korban dengan alasan untuk kepentingan autopsi dan penanganan perkara.

“Pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ali Akbar, dkk, harus ditindak tegas oleh Polda NTT dan harus dijelaskan kepada publik,” tegas Gabriel.

"Ini presenden buruk. Pihak penyidik harus menjadi pengayom dan penegak hukum. Martabat hukum harus ditegakan bagi pencari keadilan dan kebenaran dan bukan sebaliknya dibiarkan tanpa ada titik penyelesaian,” kata Gabriel lagi.

Menurut Gabriel, selain meminta intervensi Kapolri, pihaknya telah menyampaikan pengaduan kasus ini ke tiga lembaga negara. Yakni Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman RI (ORI), dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Selingkuhan Istri Polisi Ngaku Sudah Empat Bulan Begituan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler