jpnn.com, JAKARTA - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), subholding refining and petrochemical Pertamina, berkomitmen menjaga ketahanan energi nasional melalui ketahanan penyediaan BBM, LPG dan bahan-bahan dasar petrochemical di masa transisi energi.
Produk yang dihasilkan dari kilang sebagai bagian dari PSO juga dijaga tetap affordable untuk masyarakat, dan memenuhi aspek keekonomian.
BACA JUGA: Pertamina Eco RunFest 2023 Bakal Dimeriahkan 20 Ribu Peserta, Ada Doorprize Ratusan Juta
Direktur Utama KPI Taufik Aditiyawarman mengatakan KPI tetap memerhatikan aspek sustainability terkait transisi energi dan keberlangsungan dari kilang ke depannya.
“Ini salah satu inisiatif, makanya ada ide hilirisasi kilang. Ini menjadi upaya kami untuk menjaga sustainaiblity,” ujar Taufik dalam webinar Refining Sustainability 'The Path Toward Energy Transition' yang digelar E2S, pada Selasa, (14/11).
BACA JUGA: Waroeng Steak Kampanyekan Anti-Bullying Kepada Ribuan Pelajar
KPI, kata Taufik, juga menyiapkan strategi untuk menurunkan emisi, yakni berbasis teknologi, alam, dan berbasis trading.
Green refinery akan dilanjutkan pengembangannya, seperti di Kilang Cilacap. KPI akan menambah footprint untuk program-program lingkungan.
BACA JUGA: Panasonic Hadirkan Produk Unggulan di Ajang BTN Jakarta Run 2023
“Carbon trading sekarang available di bursa. Ini bisa me-net off operasional dengan menambah daya serap carbon,” kata Taufik.
Taufik mengatakan upaya KPI ke green dan emisi reduction untuk mendukung ESG rating karena proyek kilang yang tidak full equity, tapi juga mencari pembiayaan dari investor.
“Biasanya pertanyaan yang ditanyakan mereka adalah berapa rating ESG. Concern ESG maupun lingkungan sangat diperhatikan oleh investor maupun lender. Rating ESG kita 24,2,” katanya.
Pada masa transisi energi, kata Taufik, KPI akan memastikan pabrik yang dibangun terus memberikan manfaat sampai ujung.
Ke depan, diversifikasi produk memang harus berkolaborasi dengan industri lain yang bisa mengolah hasil turunan kilang.
“Ini untuk menghasilkan produk yang bermanfaat sampai ke hilir, sehingga bisa bernilai dan memberikan benefit ke masyarakat,” sebutnya.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menuturkan impor minyak mentah jauh lebih murah dari produk jadi.
Kalau Indonesia impor minyak mentah, devisanya lebih sedikit, KPI tetap running, ada produk yang dihasilkan.
KPI juga moving ke produk berbasis lingkungan, dengan berbagai proyek yang dikembangkan.
Indikasinya akan menjalankan transisi energi disesuaikan dengan kondisi ekonomi sosial, baik dalam proses maupun produknya. Artinya, sambung Komaidi KPI menghasilkan produk berbasis green.
Komaidi mengatakan segala sesuatu akan dijalankan seimbang sejalan dengan kondisi makro indonesia.
Indonesia akan menjalankan transisi energi, tapi tidak sepenuhnya dengan keinginan internasional, ada kearifan lokal yang disesuaikan.
“Di beberapa pilar Pertamina, hampir semuanya melibatkan kilang, di energy efisiensi, flare gas, hampir semua yang akan dikerjakan Pertamina dalam konteks penurunan emisi akan melibatkan kilang,” seru Komaidi.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada