Belajar Jadi Kepala Daerah (1)

Pengusaha Ikut Tentukan Calon Sekdaprov

Sabtu, 28 Juni 2008 – 08:16 WIB
Dahlan Iskan
HUBUNGAN macam apakah yang terjadi selama ini antara gubernur dan wakil gubernur atau bupati/wali kota dengan wakil bupati/wakil wali kota? Meski di mana-mana terdengar terjadinya ”permusuhan dalam selimut” di antara keduanya, baru di Riau permusuhan itu terlihat terbuka di atas ranjang, bahkan sampai di lapangan terbuka.
Ketika saya tiba di Pekanbaru (ibu kota Provinsi Riau) pada 8 Juni lalu (dalam satu rangkaian perjalanan dari Surabaya–Jogja–Jakarta–Riau–Medan–Jakarta–Cirebon–Tegal–Pekalongan–Semarang–Surabaya),  halaman depan koran-koran Riau memberitakan terbitnya sebuah buku baru yang ”panas”Judulnya Meminta Maaf kepada Rakyat

BACA JUGA: Dorong Dewasakan Parpol dan Birokrasi

Penulisnya Drs Wan Abubakar MS MSi yang tak lain adalah wakil gubernur Riau.
Di buku itulah Wan Abubakar menuangkan segala macam ketidakharmonisannya dengan pasangannya selama hampir lima tahun ini, Gubernur Rusli Zainal
 Caci-maki, hujatan, dan tuduhan dikemukakan oleh Wan Abubakar dengan nada bertutur dan dengan bahasa yang keras, tajam, dan provokatifBuku itu juga menggambarkan betapa hubungan kepala daerah dan wakilnya begitu serem-nya.  Maka, meski belum tentu 100 persen berisi kebenaran, tetap saja buku itu baik juga dibaca
Terutama oleh mereka yang sedang tergila-gila menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Ternyata, ”bulan madu” antara kepala daerah dan wakilnya seperti yang digambarkan buku itu amat singkatMula-mula, sebelum pilkada, keduanya memang berjanji untuk bersama-sama memegang kepemimpinan dengan mengutamakan pembangunan untuk rakyatMereka juga berjanji untuk saling menghargaiBerbagai bentuk kemesraan ditampilkan dan diucapkan di depan publikNamun, begitu pesta kemenangan selesai dan pelantikan dilangsungkan, ternyata ”bulan madu” itu cepat sekali berlalu.
Dalam kasus Riau tersebut, seperti ditulis Wan Abubakar (wallahu a’lam kebenarannya), gejala ”jalan sendiri-sendiri” sudah mulai terjadi begitu menginjak masa pengisian jabatan di bawah mereka.  Terutama saat pengisian jabatan seperti Sekdaprov dan kemudian kepala-kepala dinas
Suatu hari, tulis Wan Abubakar, dia ditelepon oleh seseorang yang dia kenal sebagai pengusaha yang dekat dengan gubernur baruPengusaha itu minta pendapat sang wakil gubernur mengenai siapa yang sebaiknya diangkat menjadi SekdaprovSang Wagub lantas menyebut dua nama yang dianggapnya memenuhi syarat administrasi dan syarat kapabilitas (kemampuan)Tapi, setelah mendengar dua nama tersebut, si pengusaha terasa kurang berkenanSang pengusaha menolak dengan alasan dua nama tersebut terlalu dekat dengan gubernur lama”Kita harus mencari orang yang bisa bekerja sama dengan kita,” ujar pengusaha tadi seperti dikutip dalam buku.
Wagub yang mengaku tidak mempersoalkan ketika mendapatkan ruang kerja yang plafonnya sudah bopeng-bopeng itu lantas mulai bertanya-tanya di dalam hati: bagaimana bisa soal jabatan Sekdaprov seperti itu diurus oleh seorang pengusaha
Wan Abubakar tahu pengusaha tersebut memang menjadi tim sukses gubernur, tapi  dia tidak menyangka bahwa peran si pengusaha terus berlanjut sampai setelah pilkadaBahkan, sampai ikut menentukan pengangkatan pejabat terasBelum sampai keheranannya habis, beberapa hari kemudian kepala biro umum masuk ke kamar kerjanyaSi kepala biro umum minta tanda tangan sang Wagub sambil menyodorkan berkasTernyata, itulah berkas konsep pengangkatan Sekdaprov yang baru”Dengan iktikad baik dan hati lurus, konsep tersebut langsung saya paraf,”  tulisnyaSang Wagub lantas menulis cukup panjang latar belakang hubungan Sekdaprov  itu dengan gubernur baru.
Hari-hari berikutnya pembicaraan berkembang ke soal penentuan kepala-kepala dinasSang Wagub juga diundang untuk membicarakannyaTapi, tulis buku itu, ternyata konsep yang diajukan dalam rapat itu sudah mendekati finalNama-nama kepala dinas sudah ditentukan semua oleh Sekdaprov sebagai Tim Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan)
Wagub pun mengaku masih memberikan kesepakatannya karena nama-nama calon kepala dinas memang masih bisa diterimaNamun, sang Wagub sangat kaget ketika menghadiri pelantikan beberapa hari kemudianTernyata, beberapa nama yang dilantik hari itu tidak sama dengan yang telah disepakatiBeberapa nama itu diganti dengan yang lain yang sama sekali tidak pernah disebut dalam rapatWagub lantas mendengar bahwa perubahan itu terjadi karena campur tangan orang di luar kantor gubernur.
Sang Wagub juga menulis bahwa dia pernah berinisiatif menghadap gubernur untuk curhatTapi, yang kemudian terjadi, tulis sang Wagub, ternyata gubernur menanggapi curhat Wagub itu dengan curhatnya sendiri kepada WagubSang gubernur saat itu juga berkeluh kesah mengenai problem yang dia hadapi dan karena itu minta agar sang Wagub maklum.  Keadaanlah yang membuat dirinya berbuat seperti ituMisalnya gubernur curhat soal banyaknya desakan dari teman-temannya yang dulu membantu membiayai mereka jadi gubenur-wakil gubernur.
”Cukup besar juga, Pak Wan,” ujar gubernur seperti dikutip Wagub dalam buku itu, ”hampir tujuh puluh…”
”Tujuh puluh M?” tanya Wagub.
”Ya, tujuh puluh M (Rp 70 miliar, Red)Teman-teman yang membantu kita sudah meminta agar pengembalian dana mereka segera direalisasiSaya minta Pak Wan bisa mengerti.”
Sambil menyatakan ”oke”, Wan Abubakar kemudian membayangkan betapa akan banyak proyek yang jatuh pada orang-orang ituTapi, Wagub juga berkaca pada dirinya sendiriDia menyadari bahwa posisinya selama ini ternyata hanya sebagai ”perahu” untuk mendapatkan pencalonanMaklum,  Wan Abubakar adalah ketua umum PPP (Partai Persatuan Pembangunan) Riau.  Lewat PPP-lah, pencalonan itu dilakukanBahkan, ketika jadi bupati dulu, sang gubernur juga nyalon lewat PPP”Saya memang tidak mengeluarkan uang satu peser pun,” tulisnya.
Tidak dijelaskan dalam buku apakah sang Calon Gubernur dulu harus ”membeli” atau tidak untuk dapat ”perahu PPP” ituKalau saja dulu membeli, barangkali memang wajar kalau setelah dibeli terserah kepada pembeli akan diapakan saja perahu yang sudah dibelinya ituTermasuk kalau, misalnya, harus dibuang sekalipun.
Di bagian lain, sang Wagub mengakui tugasnya sebagai orang kedua hanyalah membantu gubernur sesuai dengan UU 32/2004, khususnya pasal 26”Namun,  dalam kenyataan yang saya hadapi ada ketidakjelasan dan ketidaktegasan dalam mekanisme kerja dan pembagian wewenangTermasuk dalam tugas-tugas khusus,” tulisnya
Sang Wagub memang punya tugas khusus di bidang pemberantasan narkoba, satkorlak bencana alam, dan illegal logging”Tapi wewenang saya ini pun menjadi mengambang karena sering diintervensi gubernur,” tulisnya
Sang Wagub merasa intervensi itu bukan karena dia gagal menyelesaikan tugas-tugasnya, melainkan karena tugas-tugas itu bisa membuat diri sang Wagub populerMenurut perasaan sang Wagub, kepopuleran Wagub itulah yang ditakutkan karena bisa jadi ancaman dalam pilkada berikutnya.
Wagub lantas menceritakan bentuk-bentuk intervensi yang terjadiTermasuk munculnya satu statement gubernur yang mengambil alih posisi ketua satkorlakMeski hanya statement  (tidak formal tertulis), ternyata statement itulah yang kemudian dilaksanakan stafMaka,  sang Wagub pun menuliskan penilaiannya yang amat keras di buku itu”Di sini tampak sebagaimana kebiasaan raja-raja zhalim di muka bumi ini, ucapannya adalah undang-undang”.
Banyak sekali kata dan kalimat menuduh yang sangat tajam seperti ituApalagi kalau sudah mengulas bagaimana gubernur lebih memilih mewakilkan tugas-tugas yang tidak bisa dia lakukan (karena sedang pergi) kepada para kepala dinas seperti di Riau tidak ada wakil gubernur saja.
Tentu, semua itu sangat sepihakJangan dipercaya begitu sajaBanyak juga orang Riau, sebagaimana saya dengar sendiri, yang menilai Wagub itu sebagai orang yang kakuDan kalaupun jadi gubernur kelak, belum tentu dia bisa lebih baik daripada gubernur yang dia dampingi sekarangBaik sang gubernur maupun sang Wagub kini memang sama-sama sedang bersiap maju pilkada dengan perahu yang berbeda.
Meski begitu, buku itu tetap buku langka yang baik sekali direnungkanTerutama karena kita sebenarnya sudah mendengar banyaknya hubungan tidak harmonis antara kepala daerah dan wakil di mana-manaSiapa tahu pimpinan nasional tergerak untuk menata kembali hubungan kepala daerah dan wakilnya agar rakyat, dan terutama birokrasi di bawahnya, tidak jadi korbannya.
Meski di mana-mana saya mendengar hubungan kepala daerah dan wakilnya sangat bernuansa ”makan hati”, rupanya,  tidak banyak pengaruhnya pada pengendalian emosi untuk nyalonRupanya,  banyak juga orang yang lebih senang makan hati bahkan mungkin sampai makan rempelo (ampela).  Maka, jangan khawatir kalau akan kehabisan stok calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerahHati itu enak  kalau bisa menikmati makannya(bersambung)

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler