JAKARTA--Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat penting bagi instansi pemerintah. Tetapi, menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Azwar Abubakar, WTP saja tidak cukup.
Sebab yang lebih penting adalah sejauh mana kegiatan instansi pemerintah bermanfaat bagi rakyat.
“Saya ibaratkan hal ini dengan tiga mahasiswa yang diberi uang satu juta rupiah oleh orang tuanya,” kata Azwar dalam keterangan persnya, Kamis (30/5).
Mahasiswa yang pertama, lanjutnya, membelanjakan seluruh uangnya untuk membeli tas bagus buatan Swedia. Mahasiswa yang kedua,membelanjakan uangnya untuk membeli dua buah text book dari 10 text book yang diwajibkan.
Sedangkan mahasiswa yang ketiga, memfoto copy semua text book yang diwajibkan dengan biaya Rp 1 juta. Setelah ujian, ternyata mahasiswa pertama gagal, mahasiswa kedua sebagian mata kuliah saja yang lulus, sementara mahasiswa yang ketiga lulus semua.
Menurut Azwar Abubakar, pengeluaran dan peruntukan ketiga mahasiswa itu masuk kategori WTP, karena membelanjakan uangnya dengan benar dan dengan kuitansinya lengkap. Tetapi kalau dilihat dari segi akuntabilitasnya, hanya mahasiswa ke-3 yang akuntabel, karena hasilnya sesuai tujuan yang diinginkan, yakni lulus ujian.
“Jadi WTP saja tidak cukup. Untuk mengetahui manfaat yang optimal bagi rakyat, harus diukur akuntabilitasnya,” ucapnya.
Terkait dengan perumpamaan ketiga mahasiswa tersebut, politisi PAN ini mengajak para kepala daerah agar pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan pemerintah daerah tidak sekadar formalitas.
“Reformasi birokrasi bukan sekadar formalitas, kemudian mendapatkan tunjangan kinerja. Tetapi lebih dari itu, reformasi birokrasi harus bermanfaat bagi masyarakat,” pungkasnya. (Esy/jpnn)
Sebab yang lebih penting adalah sejauh mana kegiatan instansi pemerintah bermanfaat bagi rakyat.
“Saya ibaratkan hal ini dengan tiga mahasiswa yang diberi uang satu juta rupiah oleh orang tuanya,” kata Azwar dalam keterangan persnya, Kamis (30/5).
Mahasiswa yang pertama, lanjutnya, membelanjakan seluruh uangnya untuk membeli tas bagus buatan Swedia. Mahasiswa yang kedua,membelanjakan uangnya untuk membeli dua buah text book dari 10 text book yang diwajibkan.
Sedangkan mahasiswa yang ketiga, memfoto copy semua text book yang diwajibkan dengan biaya Rp 1 juta. Setelah ujian, ternyata mahasiswa pertama gagal, mahasiswa kedua sebagian mata kuliah saja yang lulus, sementara mahasiswa yang ketiga lulus semua.
Menurut Azwar Abubakar, pengeluaran dan peruntukan ketiga mahasiswa itu masuk kategori WTP, karena membelanjakan uangnya dengan benar dan dengan kuitansinya lengkap. Tetapi kalau dilihat dari segi akuntabilitasnya, hanya mahasiswa ke-3 yang akuntabel, karena hasilnya sesuai tujuan yang diinginkan, yakni lulus ujian.
“Jadi WTP saja tidak cukup. Untuk mengetahui manfaat yang optimal bagi rakyat, harus diukur akuntabilitasnya,” ucapnya.
Terkait dengan perumpamaan ketiga mahasiswa tersebut, politisi PAN ini mengajak para kepala daerah agar pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan pemerintah daerah tidak sekadar formalitas.
“Reformasi birokrasi bukan sekadar formalitas, kemudian mendapatkan tunjangan kinerja. Tetapi lebih dari itu, reformasi birokrasi harus bermanfaat bagi masyarakat,” pungkasnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakai Peci dan Baju Batik, Hercules Hadiri Sidang Perdana
Redaktur : Tim Redaksi