jpnn.com, PROBOLINGGO - Sebanyak 12 warga Kalibuntu menjalani pemeriksaan di Mapolres Probolinggo terkait kasus pengambilan paksa jenazah pasien covid-19.
Belasan warga itu menjalani tes swab massal di balai desa sebelum menjalani pemeriksaaan di kantor polisi.
Satu per satu warga desa pesisir itu menjalani pemeriksaan terkait penjemputan paksa jenazah positif Covid-19, Rodiyah (47) yang dilakukan pada 16 Januari 2021 lalu.
“Saya datang ke sini diperiksa terkait penjemputan jenazah Bu Rodiyah di RSUD Waluyo Jati, Kraksaan,” kata Fais, warga Kalibuntu.
BACA JUGA: Ratusan Orang Paksa Bawa Jenazah Pasien Covid-19, Terobos Masuk Ruang Isolasi
Dia mengaku, hanya ditanya lima pertanyaan seputar keterlibatannya saat penjemputan jenazah Covid-19 itu.
Hal senada diungkapkan Hatip, juga warga Kalibuntu. “Saat diperiksa, saya ungkapkan fakta adanya miskomunikasi antara rumah sakit dengan warga yang menjemput jenazah,” katanya.
Miskomunikasi dimaksud, kata Hatip, saat ratusan warga hendak mengambil jenazah Rodiyah, tidak ada pihak RSUD yang menemui mereka.
BACA JUGA: Sangat Berdisiplin soal Prokes, Pak Doni Monardo Kena Covid-19 Tanpa Gejala
Termasuk satpam hingga petugas di Instalasi Rawat Darurat (IRD) tidak memberikan jawaban terkait keinginan warga.
“Warga pun kehilangan kesabaran saat mengambil paksa jenazah Bu Rodiyah,” kata Hatip. Dikatakan selama hidupnya di kampung, Rodiyah dikenal ramah dan dermawan.
Sementara itu Kapolres Probolinggo, AKBP Ferdy Irawan mengatakan, ke-12 warga itu atas kesadarannya sendiri mendatangi Mapolres untuk diperiksa.
Mereka mengakui, kekhilafannya telah menjemput paksa jenazah Covid-19, Rodiyah.
“Mereka sudah kami periksa, status mereka sebatas saksi. Namun nanti akan kami cocokkan dengan bukti-bukti yang ada. Akan diketahui siapa yang menjadi dalang di balik kejadian itu, mereka yang kelak menjadi tersangka,” kata Kapolres.
Ferdy menyebut, tindakan ratusan warga Kalibuntu mengambil paksa jenazah Covid-19 bisa dijerat pasal 93 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Pelakunya terancam hukuman satu tahun penjara atau denda sebanyak Rp100 juta,” katanya. (ngopibareng/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia