Belum Ada Alasan Batalkan Kemenangan Zaini-Muzakir

Selasa, 01 Mei 2012 – 06:03 WIB

JAKARTA -  Pasangan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf (Zikir) menghadirkan dua ahli dalam persidangan lanjutan perkara gugatan sengketa pilgub Aceh yang diajukan pasangan Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan,  di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), kemarin (30/4).

Masing-masing adalah mantan hakim Agung Prof Laica Marzuki dan mantan hakim konstitusi Prof Maruarar Siahaan. Keduanya menyatakan, dari keterangan saksi-saksi, belum bisa menjelaskan telah terjadi pelanggaran yang sistematis, terstruktur, dan massif, sebagaimana dituduhkan penggugat.

Menurut Laica Marzuki, pihak terkait, dalam hal ini pasangan Zikir, bukanlah calon incumbent. "Karenanya, tidak mungkin bisa mengatur aparat untuk melakukan kecurangan secara massif, terstruktur, dan sistematis," ujar Laica Marzuki.

Menurutnya, gugatan pasangan irwandi-Muhyan juga sama sekali tidak menyinggung soal hasil penghitungan suara. Penggugat juga tidak menyodorkan penghitungan suara versinya, yang bisa mempengaruhi penetapan pemenang. "KIP Aceh telah melaksanakan pemilukada secara benar," imbuhnya.

Hal senada disampaikan Maruarar.  Dengan telah menuduh terjadi pelanggaran massif dan sistematis, maka penggugat harus bisa membuktikan bahwa pelanggaran dilakukan secara massal. Tapi dari keterangan para saksi, menurutnya,  tak tergambar berapa persen dari seluruh TPS yang ada, telah terjadi pelanggaran seperti yang dituduhkan.

Tuduhan pelanggaran terstruktur, lanjut Maruarar, juga lemah.  Justru, menurutnya, pelanggaran dengan menggunakan struktur pemerintah biasanya dilakukan oleh calon incumbent.  "Biasanya untuk non incumbent tak bisa melakukan. Keterangan saksi-saksi juga tak menggambarkan struktur KIP telah dimanfaatkan," terangnya.

"Kesimpulan saya, dari penggambaran saksi-saksi, tak cukup alasan untuk membatalkan hasil penghitungan suara oleh KIP Aceh," kata Maruarar, dalam persidangan yang dipimpin Ketua MK Mahfud MD itu.

Sebelumnya, majelis hakim juga minta keterangan anggota Panwaslu Aceh, Asqalani. Dia menyebut, selama berlangsungnya pemilukada, Panwaslu menerima 23 laporan dari tim pasangan Irwandi-Muhyan. Dari jumlah itu, 11 kasus dinilai kadaluwarsa. Sedang 12 kasus, setelah dilakukan klarifikasi kepada pelapor dan saksi, mentok juga.

"Karena tak satu pun saksi yang berani memberikan keterangan," kata Asqalani.  Dijelaskan juga, pihaknya tak pernah menerima laporan dugaan intimidasi kepada calon pemilih maupun penyelenggara pemilukada.

Dikatakan, laporan yang masuk adalah dugaan intimidasi kepada saksi-saksi pasangan Irwandi-Muhyan.

Ketua Panwaslu Aceh, Nyak Arief Fadhilah, menambahkan, laporan intimidasi yang masuk itu ada yang tertulis ada yang lisan. "Tapi begitu ditelusuri, saksi tak ingin kasus ditindaklanjuti," kata Nyak Arief.

Sejumlah saksi lain yang dihadirkan pasangan Irwandi-Muhyan, dimintai keterangan lewat sarana video teleconference dari Unsyiah, Banda Aceh. Namun, tercatat sempat beberapa kali mengalami gangguan, gara-gara listrik di Banda Aceh padam.

"Di Aceh listrik padam," kata Haryono, hakim anggota yang memimpin sidang lewat teleconference itu. Suasana adu tegang juga sempat terjadi antara kuasa hukum Irwandi-Muhyan, Sayuti Abubakar, dengan kuasa hukum Zikir, Mahendradatta.

Sayuti sempat mengabarkan ke hakim bahwa ada saksinya yang tak berani masuk ruangan di Unsyiah karena di pintu masuk ada beberapa anggota Partai Aceh. Mahendradatta memotong, minta hakim jangan terpengaruh omongan Sayuti. "Mohon diabaikan saja, majelis hakim," ujar Mahendradatta.

Mahfud MD menimpali, urusan di Unsyiah sudah ada yang menjaga, yakni aparat keamanan.

Saksi yang dimintai keterangan lewat teleconference antara lain Agus Saleh. Pria asal Simpang Ulim, Aceh Timur, itu mengaku dikeroyok 12 orang Partai Aceh usai mencoblos di salah satu TPS di sana. Dia juga mengaku sempat mendapat ancaman. "Awas nanti malam saya tembak, saya habisi. Begitu kata mereka," ujar Agus.

Intimidasi juga dijelaskan saksi Dili Munasyah. Pria asal Lhoksumawe ini cerita, mobilnya dilempari baru oleh orang-orang dari Partai Aceh, pada 29 Maret 2012. Pada 8 April 2012, dia juga menerima ancaman saat akan menyerahkan mandat saksi ke kecamatan. "Kalau tak mau mampus, pergi. Begitu ancaman mereka," kata saksi Dili.

Dalam pantauan koran ini, sejak sidang pertama hingga kemarin, ruang sidang di gedung MK sepi. Tak banyak pengunjung yang hadir. Paling hanya ada sekitar 5 hingga 6 orang, termasuk wartawan. Irwandi, Muhyan, Zaini Abdullah, maupun Muzakir Manaf, juga tak pernah hadir untuk menyaksikan langsung jalannya persidangan. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penganut Oligarki tak Layak Dicapreskan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler