Belum Ada Jaminan Tenaga Medis Cukup di Olimpiade Tokyo

Jumat, 05 Februari 2021 – 09:00 WIB
Lingkaran Olimpiade bersinar di depan National Stadium Tokyo, Jepang 22 Januari 2021. Foto: REUTERS/KIM KYUNG-HOON

jpnn.com, TOKYO - Dokter dan perawat di Jepang yang sedang berperang melawan Covid-19 tidak akan punya waktu untuk menjadi sukarelawan pada Olimpiade Tokyo 2020 yang digelar Juli-Agustus 2021.

Menurut pihak asosiasi medis, hal tersebut akan memunculkan masalah berikutnya bagi panitia dalam menyelenggarakan Olimpiade yang sudah tertunda itu.

BACA JUGA: Kabar Terbaru Bidding Olimpiade 2032: Ada Sinyal Positif dari Komisi Future Host IOC untuk Indonesia

Direktur Asosiasi Medis Tokyo Satoru Arai, yang mewakili 20.000 dokter dari puluhan kelompok medis yang lebih kecil, mengatakan para dokter dan perawat berada di bawah tekanan yang terlalu berat untuk menangani gelombang ketiga pandemi bahkan untuk mempertimbangkan mendaftar ke Olimpiade.

"Tidak peduli bagaimana saya melihatnya, itu tidak mungkin," kata Satoru Arai, yang asosiasinya diminta oleh Komite Penyelenggara Olimpiade Tokyo dan Pemerintah Metropolitan Tokyo Maret lalu untuk mendapatkan lebih dari 3.500 staf medis untuk ajang tersebut.

BACA JUGA: Olimpiade Tokyo: Tepuk Tangan Masih Boleh, Bersorak Dilarang

"Saya mendengar dokter yang awalnya mendaftar menjadi sukarelawan mengatakan tidak mungkin mereka mengambil cuti untuk membantu ketika rumah sakit mereka benar-benar kewalahan," kata Arai kepada Reuters.

Olimpiade harus ditunda dari Juli dan Agustus tahun lalu karena virus corona menyebar ke seluruh dunia dan sekarang dijadwalkan pada 23 Juli-8 Agustus 2021.

BACA JUGA: Permalukan Tottenham Hotspur, Chelsea Mendekati Zona Eropa

Namun kluster-kluster infeksi yang terus bermunculan di Jepang telah menimbulkan pertanyaan tentang kelayakan penyelenggaraan Olimpiade tahun ini dan mengikis dukungan untuk pesta olahraga sejagat itu di tengah kekhawatiran publik tentang atlet dan penonton yang membawa kasus baru.

Infeksi baru di Jepang naik ke level tertinggi baru pada awal Januari, memicu keadaan darurat di Tokyo dan beberapa daerah lainnya. Pemerintah memperpanjang keadaan darurat di sebagian besar tempat itu pada hari Selasa.

Jepang bernasib lebih baik daripada beberapa negara lain dalam perjuangan melawan virus. Negara itu telah mencatat 390.000 kasus dan 5.794 kematian.

Hingga Rabu lalu, 73 persen tempat tidur yang tersedia di Tokyo untuk pasien COVID-19 sudah penuh, dengan 2.933 orang.

Pemerintah bertekad untuk mengadakan Olimpiade, antara lain untuk menunjukkan harapan akan berakhirnya pandemi.

Sebagai bagian dari persiapan, Menteri Olimpiade Seiko Hashimoto mengatakan kepada parlemen pekan lalu bahwa pemerintah memiliki rencana untuk mengamankan sekitar 10.000 personel medis untuk Olimpiade tersebut.

Arai mengatakan Olimpiade tanpa penonton akan meringankan sebagian besar beban penyediaan dokter dan asosiasinya percaya begitulah seharusnya diselenggarakan.

Sementara kemungkinan Olimpiade tanpa penggemar telah dimunculkan, penyelenggara mengatakan mereka bahkan enggan untuk memikirkannya.

Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk berkomentar tentang layanan medis.

Penyelenggara telah menyarankan bahwa sukarelawan dokter dapat dibayar untuk pekerjaan mereka, menurut seorang anggota parlemen yang menghadiri pertemuan pada Selasa.

Itu akan menandai penyimpangan dari apa yang telah menjadi praktik umum di olimpiade sebelumnya, di mana staf medis yang maju menjadi sukarelawan tanpa bayaran.

Arai mengatakan bahwa ini bukan soal uang. Kekhawatirannya hanyalah bahwa para dokter akan kewalahan dengan pasien virus corona dan vaksinasi sepanjang musim panas. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler