JAKARTA - Polemik status kepengurusan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan hingga hari ini belum jelas.
Soalnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly belum mengambil sikap untuk memberikan keputusan yang tepat sehingga kepengurusan partai tersebut bisa dinyatakan legal alias sah.
Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch Junisab Akbar mengatakan, PG dan PP mengalami permasalahan sehingga memiliki kepengurusan ganda.
Meski sudah ada keputusan Mahkamah Agung memenangkan salah satu kubu, semua itu diserahkan kepada Kemenkumham untuk mensahkan kepengurusan.
"Sampai hari ini kepengurusan ganda hanya ada di PPP," kata Junisab, Selasa (26/1).
Menurut dia, hal itu terlihat dari registrasi PPP yang terdaftar di pemerintah, namun terbukti justru yang tidak terdaftar jadi pengendali di DPR.
Sedangkan untuk PG, kata Junisab, sama sekali tidak ada kepengurusannya terdaftar di pemerintah cq Kemenkumham.
"Nah, ini akan semakin bermasalah ke hari depan, jikalau semua pihak tidak berkeinginan tulus menuntaskannya," jelasnya.
Mantan anggota DPR itu pun mempertanyakan, siapa sekarang yang mampu menyatakan dengan logika hukum positif bahwa PG adalah partai politik yang sah di depan hukum kepartaian yang teregistrasi di pemerintah.
"Ini kondisi demokrasi yang unlogik dan hanya kita temukan dimasa setelah Soeharto tumbang. Ini sangat memiriskan, menistakan demokrasi," kata dia.
Selain itu, kata dia, sekarang kepengurusan PG versi Aburizal Bakrie maupun Agung Laksono sama sekali tidak terdaftar di Kemenkumham.
Namun, ia heran mengapa justru ARB yang menonjol memimpin PG. Menurut dia, hal itu terlihat dari pengendalian di DPR dengan 'kemampuan' mengganti Setya Novanto dengan Ade Komaruddin sebagai Ketua DPR.
"Apakah kemampuan itu cukup menunjukkan PG sebagai sebuah partai? Tidak. Malah semakin membingungkan dunia perpartaian di Indonesia. PG versi ARB maupun AL sama sekali tidak ada teregistrasi di pemerintah," ujar Junisab.
Hal ini, kata dia, sangat mengherankan karena kepengurusan yang tidak tergistrasi di pemerintah namun bisa mengendalikan parlemen. "Ini cenderungan akan sangat berbahaya dari perspektif politik," ujar dia.
Lantas, kata Junisab, bagaimana cara 'mensahkan' kembali pengurus PG yang akan datang agar bisa seperti periode DPR sebelum-sebelumnya?
"Itu tugas berat kita semua sebagai bangsa sebab PG adalah aset bangsa, bukan hanya milik orang-orang yang sedang 'bersiteru' dan yang sedang mengupayakan jalan keluar dari konflik PG itu," tuntasnya. (boy/jpnn)
BACA JUGA: Politikus PAN Tidak Setuju Pemerintah Beli Saham PT Freeport
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Kapolres Ini Dapat Predikat Terbaik dari Kompolnas
Redaktur : Tim Redaksi