Belum Kantongi HGU, Banyak PBS Perluas Lahan

Sabtu, 29 Desember 2012 – 15:09 WIB
PALANGKA RAYA – Ekspansi para investor di bidang perkebunan di wilayah Kalteng luar biasa besar. Di tengah upaya pemerintah daerah menertibkan perizinan melalui jeda perizinan (moratorium), masih ada saja upaya-upaya dari perkebunan besar swasta (PBS) untuk memperluas areal. Padahal, tidak sedikit di antaranya yang dalam perizinannya hanya mengantongi izin prinsip. Termasuk upaya penggarapan lahan tanpa terlebih dahulu mengantongi izin hak guna usaha (HGU).

Praktik-praktik mafia perkebunan seperti inilah yang sekarang ini menjadi fokus utama Pemprov Kalteng melalui Dinas Perkebunan. Terutama untuk menertibkan perizinan perkebunan bermasalah selama moratorium yang hingga sekarang belum diketahui kapan berakhirnya.

Kepala Dinas Perkebunan Kalteng Rawing Rambang menjelaskan, moratorium yang dikeluarkan oleh Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang SH,  sebenarnya sebagai upaya pemerintah untuk memberikan kepastian hukum bagi perusahaan.

Dia menjelaskan, moratorium bukanlah sebagai kebijakan untuk menyetop izin usaha, namun merupakan jeda untuk melakukan audit bagi perusahaan atas berbagai izin. Di antaranya Persetujuan Prinsip Arahan Lokasi (PPAL), Izin lokasi (IL), Izin Usaha Perkebunan (IUP), Hak Guna Usaha (HGU), Pelepasan Kawasan Hutan (PKH), Amdal dan lain-lain.

“Yang melakukan audit sementara ini adalah bupati sebagai pemberi izin. Mereka yang langsung menghadapi investor. Jika mereka lempar handuk masalah ini akan langsung naik ke gubernur,” kata Rawing.

Sejauh ini kata Rawing, yang menjadi sorotan Dinas Perkebunan adalah cukup banyaknya perusahaan yang belum memiliki HGU. Tetapi, terus saja menggarap dan memperluas lahan perkebunannya.

Hal ini kata Rawing, kerap tidak mendapat kejelian dari pemerintah  tingkat II. Dalam hal ini adalah bupati sebagai pememberi izin, sehingga terkasan asal-asalan dalam memberikan rekomendasi pembuakaan usaha.

 “Sebab mereka yang mempunyai andil besar memberikan izin itu memang dari bupati. Jika bupati tetap memberikan rekomendasi perizinan, sedangkan perusahaan masih belum mengantongi HGU, itu sama saja dengan melakukan sebuah pelanggaran,” ungkap Rawing.

Cukup kompleks memang. Selain masalah izin, perusahaan juga wajib untuk melakukan pendekatan dengan masyarakat agar tidak terjadi konflik atau sengketa lahan.
Masalah lainnya kian bermunculan, manakala kebanyakan masyarakat khususnya yang di pedalaman masih tidak mengenal surat tanah sebagai bentuk dari adanya kepastian hukum.

“Memang masyarakat kita kebanyakan tidak mengenal SKT. Hanya di mana nenek moyang menaman atau masyarakat mempunyai tanaman maka di situlah tanahnya,” ungkapnya.
 
Sejauh ini kata Rawing dari data Dinas Perkebunan hingga Juni 2012, di Kalteng ada 72 unit dengan luasan 774.133.333 Ha yang sudah operasional. Sedangkan 1 unit dengan luas 2.393.980 masih belum operasional.

Total Perkebunan Besar Sawit di Kalteng sebanyak 296 unit dengan luas area 3.529.684,173 Ha terdiri dari komoditi kelapa sawit 277 unit, karet 18 unit dan kelapa sawit/karet 1 unit.

Dari jumlah tersebut yang sudah operasional 165 unit dengan luas areal 1.892.489.293 Ha dan yang belum operasional 131 unit dengan luas areal 1.637.194.880. (nik/tur)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 3.500 Rumah di Pandeglang Tergenang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler