BOGOR - Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Amir Syamsudin menegaskan bahwa Majelis Tinggi berwenang untuk menunjuk calon anggota legislatif (caleg). Karena itu seharusnya tidak ada masalah jika Daftar Calon Sementara (DCS) legislatif partai Demokrat ditandatangani oleh Majelis Tinggi.
"Anggaran Dasar kita itu sudah jelas tertera, secara eksplitisit kewenangan Majleis Tinggi dalam hal mengangkat, menunjuk gubernur, wakil gubernur capres dan cawapres dan anggota DPR," kata Amir kepada wartawan di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (2/3).
Menurut Amir, partainya sangat dirugikan jika KPU menolak untuk mengakui wewenang majelis tinggi. Pasalnya, mekanisme itu sah berdasarkan AD/RT Partai Demokrat dan tidak bertentangan dengan UU Partai Politik.
Amir justru menyalahkan KPU karena tidak mampu mengakomodir kondisi Demokrat saat ini. Amir menilai seharusnya KPU tidak kaku dalam menerapkan peraturan.
"Seharusnya ada aturan-aturan yang mereka bisa sesuai dengan keperluan yang ada. Tidak mungkin situasi kekosongan hukum itu terjadi dan semua orang hanya diam berpangku tangan," ujar Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Ia mendesak KPU untuk segera mengambil tindakan terkait hal ini. Pasalnya, bila dibiarkan tidak hanya merugikan Demokrat tapi juga partai-partai lain.
"Saya yakin benar bahwa KPU tidak akan mungkin berdiam diri membiarkan suatu situasi kekosongan hukum," tandasnya.
Seperti diketahui, polemik soal urgensi tanda tangan Ketum dan Sekjen partai terkait nama-nama DCS yang diajukan sebuah partai mengemuka setelah Anas Urbaningrum mundur dari Ketua Umum Partai Demokrat. Anas mundur dari Ketum PD setelah menjadi tersangka korupsi proyek Hambalang.
UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu menegaskan bahwa DCS harus ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Namun, hingga saat ini Partai Demokrat belum juga menunjuk pengganti Anas. Saat ini tugas ketua umum dipegang secara kolektif kolegial oleh dua waketum, sekjen dan direktur eksekutif. (dil/jpnn)
"Anggaran Dasar kita itu sudah jelas tertera, secara eksplitisit kewenangan Majleis Tinggi dalam hal mengangkat, menunjuk gubernur, wakil gubernur capres dan cawapres dan anggota DPR," kata Amir kepada wartawan di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (2/3).
Menurut Amir, partainya sangat dirugikan jika KPU menolak untuk mengakui wewenang majelis tinggi. Pasalnya, mekanisme itu sah berdasarkan AD/RT Partai Demokrat dan tidak bertentangan dengan UU Partai Politik.
Amir justru menyalahkan KPU karena tidak mampu mengakomodir kondisi Demokrat saat ini. Amir menilai seharusnya KPU tidak kaku dalam menerapkan peraturan.
"Seharusnya ada aturan-aturan yang mereka bisa sesuai dengan keperluan yang ada. Tidak mungkin situasi kekosongan hukum itu terjadi dan semua orang hanya diam berpangku tangan," ujar Menteri Hukum dan HAM tersebut.
Ia mendesak KPU untuk segera mengambil tindakan terkait hal ini. Pasalnya, bila dibiarkan tidak hanya merugikan Demokrat tapi juga partai-partai lain.
"Saya yakin benar bahwa KPU tidak akan mungkin berdiam diri membiarkan suatu situasi kekosongan hukum," tandasnya.
Seperti diketahui, polemik soal urgensi tanda tangan Ketum dan Sekjen partai terkait nama-nama DCS yang diajukan sebuah partai mengemuka setelah Anas Urbaningrum mundur dari Ketua Umum Partai Demokrat. Anas mundur dari Ketum PD setelah menjadi tersangka korupsi proyek Hambalang.
UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu menegaskan bahwa DCS harus ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Namun, hingga saat ini Partai Demokrat belum juga menunjuk pengganti Anas. Saat ini tugas ketua umum dipegang secara kolektif kolegial oleh dua waketum, sekjen dan direktur eksekutif. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Umar Kei Kunjungi Kediaman Anas
Redaktur : Tim Redaksi