Dalam waktu lima jam saja, lebih dari satu juta warga Australia sudah menguduh aplikasi 'COVIDSafe' yang diluncurkan oleh pemerintah Australia, Minggu malam (26/04). Minggu malam, lebih dari satu juta warga sudah mengunduh aplikasi COVIDSafe Agar berhasil menekan penyebaran, butuh 40 persen warga Australia yang menggunakannya Pemerintah Australia telah meyakinkan warganya jika data yang disimpan aman
BACA JUGA: Setuju Jika Jamu Diujicobakan pada Pasien COVID-19 di RS Darurat Wisma Atlet?
Pemerintah Australia awalnya memperkirakan jumlah yang menggunduh hingga satu juta baru akan tercapai dalam waktu beberapa hari.
"Pada pukul 06:00 Senin pagi, sekitar 1.13 juta warga Australia sudah mengunduh app ini," kata Menteri Kesehatan Australia, Greg Hunt kepada media, Senin pagi.
BACA JUGA: Enggar NasDem Galang Donasi dari Pengusaha untuk Bantu Korban Covid-19
"Sebelumnya kami berharap, harapan paling optimistis, bahwa kami akan mendapat angka 1 juta itu dalam waktu lima hari."
Aplikasi COVIDSafe dibuat untuk membantu pemerintah Australia agar bisa dengan cepat melacak gerakan siapa saja yang positif tertular virus corona dan siapa saja yang pernah melakukan kontak dengan mereka yang tertular dalam 21 hari.
BACA JUGA: Pak Jokowi Turun Langsung Bantu Warga di Masa Pandemi Corona, Menterinya ke Mana?
Dengan menggunakan teknologi Bluetooth, aplikasi ini merekam identitas dari pengguna yang berjarak sekitar 1,5 meter selama 15 menit.
Mereka yang hendak mengunduh akan diminta memberikan informasi mengenai nama, boleh juga menggunakan nama samaran, nomor ponsel, kode pos dan rentang usia.
Warga yang sudah mengunduh ini akan mendapat pemberitahuan bila mereka kemudian bertemu atau melakukan kontak dengan seseorang yang positif mengidap corona. Butuh 10 juta orang yang mengunduh Photo: Dengan aplikasi akan memudahkan untuk melacak siapa saja orang yang pernah melakukan kontak fisik dengan seseorang yang tertular. (Koleksi COVIDSafe)
Meski mengunduh aplikasi di ponsel bersifat sukarela, pemerintah Australia mengatakan agar pemanfaatan teknologi berhasil dalam menekan penyebaran virus corona, dibutuhkan sekitar 40 persen warga, atau sekitar 10 juta orang, untuk mengunduhnya.
Berbagai kalangan, dari kalangan kesehatan, bisnis, maupun serikat pekerja secara serentak mengajak agar warga Australia mengunduh aplikasi tersebut.
Politisi juga telah memberikan dukungan, banyak diantaranya membuat unggahan di media sosial untuk menunjukkan mereka sudah menguduh aplikasi tersebut.
Perdana Menteri Australia, Scott Morrison sudah berulang kali mengatakan aplikasi ponsel ini merupakan hal yang penting bagi Australia, sebelum aturan pembatasan pergerakan warga bisa dilonggarkan.
Dengan teknologi Bluetooth, yang terjadi adalah aplikasi ini akan "saling berjabat tangan secara digital" dengan yang lain, bila kita berdiri dalam jarak 1,5 meter selama 15 menit.
Data yang diterima kemudian akan disimpan di ponsel kita selama 21 hari, setelah itu akan dihapus jika kita tidak berhubungan dengan orang yang terkena virus.
Bila seseorang yang memiliki aplikasi tertular COVID-19, dan ia telah memberikan persetujuan bahwa informasinya bisa dibagikan, datanya kemudian akan dikirim ke Pusat Data.
Dari situ, pejabat kesehatan di negara bagian masing-masing akan mendapatkan data untuk kemudian menghubungi warga yang pernah bertemu dengan orang uang tertular.
Kepala Bidang Medis, atau Chief Medical Officer di Australia, Brendan Murphy mengatakan aplikasi ini akan memberikan data lebih cepat untuk melacak siapa saja yang berhubungan dengan mereka yang positif, sebuah hal terpenting dalam mencegah penyebaran virus corona. Pandemi virus corona
Ikuti laporan terkini terkait virus corona dari Australia dalam Bahasa Indonesia.
Kekhawatiran penyalahgunaan data
Sejak pengumuman aplikasi ini akan diluncurkan, sudah muncul berbagai pertanyaan dan kekhawatiran jika data dari warga di Australia yang tersimpan nantinya akan disalahgunakan Pemerintah Australia.
Menteri Kesehatan Australia, Greg Hunt mengatakan sudah ada aturan hukum yang ketat mengenai bagaimana informasi yang dikumpulkan akan digunakan.
Pengguna sendiri tidak akan bisa mengakses data di ponsel mereka untuk mencari tahu siapa saja yang sudah terlibat kontak.
Pejabat di tingkat Federal maupun penegak hukum juga tidak akan memiliki akses ke Pusat Data.
Pusat Data juga hanya menyimpan semua data di Australia dan tidak bisa dipindahkan ke luar negeri.
Menurut Menkes Hunt, siapa saja yang secara ilegal mengakses data bisa dikenai hukuman penjara sampai lima tahun.
Dia mengatakan saat parlemen Australia kembali bersidang bulan Mei, pemerintah akan mengusulkan agar pengumpulan data hanya akan dilakukan selama masa pandemi COVID-19.
"Aturan yang sudah kita buat merupakan yang paling kuat," katanya.
"Bahkan pengadilan pun tidak bisa memasuki celah hukum untuk mengeluarkan data," kata Hunt.
Negara yang sudah memiliki aplikasi serupa adalah Singapura, sementara Jerman sedang mengembangkan teknologi serupa.
ABC/wires
Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia
BACA ARTIKEL LAINNYA... Instruksi Kapolri Jenderal Idham Azis Kepada 500 Polres Ini Dapat Pujian Anggota DPR