Bendera

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Senin, 02 Agustus 2021 – 10:01 WIB
Sejumlah warga membentangkan Merah Putih sepanjang 200 meter di Desa Cihideung Udik, Ciampea, Kabupaten Bogor, tahun lalu. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Kupertahankan kau demi kehormatan bangsa
Kupertahankan kau demi tumpah darah
Semua pahlawan-pahlawanku
Merah putih teruslah kau berkibar
Merah putih teruslah kau berkibar
Ku akan selalu menjagamu

Lagu ‘’Bendera’’ dari grup band Cokelat itu biasanya banyak dinyanyikan oleh anak-anak generasi milenial di saat perayaan kemerdekaan Agustus.

BACA JUGA: Dasco: Mereka Tidak Ingin Menyerah, Apalagi Mengibarkan Bendera Putih

Tidak seperti biasanya, tahun ini pemerintah mengeluarkan imbauan agar masyarakat mengibarkan bendera Merah Putih sebulan penuh selama Agustus.

Biasanya, bendera dinaikkan beberapa hari sebelum dan sesudah 17 agustus. Namun, kali ini, Merah Putih diharapkan bisa berkibar selama sebulan penuh.

BACA JUGA: Istana Buka Pendaftaran Upacara Virtual HUT Ke-76 RI

Ketika Indonesia dalam kondisi penuh keprihatinan seperti sekarang, banyak bendera putih dikibarkan tanda menyerah.

Di Surabaya, Jakarta, Jogjakarta, sampai ke kota kecil seperti Garut, banyak orang mengibarkan bendera putih tanda menyerah.

BACA JUGA: Rayakan Kemerdekaan, PSI Bakal Bagikan 1 Juta Rice Box kepada Pasien Isoman

Kalau pemerintah masih meneruskan PPKM dengan nama baru apa pun, bendera putih akan makin banyak berkibar di mana-mana. Bahkan, di medsos sudah mulai banyak yang mengibarkan bendera hitam sambil menyindir kapan Presiden Jokowi mundur.

Gerakan bendera putih mulai muncul di Malaysia sejak diberlakukannya lockdown beberapa minggu terakhir.

Para pemilik kedai yang sepi pembeli mengibarkan bendera putih di depan kedainya.

Masyarakat umum yang merasa tidak bisa bertahan karena kesulitan ekonomi juga mengibarkan bendera putih di depan rumah sebagai tanda meminta pertolongan.

Gerakan bendera putih di Malaysia berlanjut dengan gerakan bendera hitam yang menuntut Perdana Menteri Muhyidin Yassin mengundurkan diri, karena dianggap tidak mampu menangani pandemi.

Ratusan orang yang didominasi anak-anak muda dengan mengenakan pakaian hitam berunjuk rasa di Kuala Lumpur, Sabtu (31/7).

Pengunjuk rasa melakukan konvoi sejak pukul 11.30 waktu setempat dari Stasiun LRT Masjid Jamek di Jalan Melaka ke Dataran Merdeka, ikon kota Kuala Lumpur.

Para pengunjuk rasa meneriakkan yel-yel "Mundur Muhyiddin", "Letak Jabatan", "Hidup-Hidup", "Hidup Rakyat", "Tolak-Tolak", "Lawan-Lawan", "Bangkit-bangkit, Anak Muda" secara bergantian.

Sejumlah perempuan di barisan depan membawa empat "pocong" berwarna putih, diikuti sejumlah laki-laki yang membawa spanduk hitam besar bertuliskan "Kerajaan Gagal" dan "Penipu Nasional".

Di antara pengunjuk rasa, ada politisi dan pengacara yang mengenakan jas hitam dan ikut menyuarakan protes kepada pemerintah supaya membatalkan peraturan darurat yang dianggap menyengsarakan rakyat.

Politisi senior dan pemimpin oposisi Anwar Ibrahim mengirim surat yang menyatakan niatnya untuk mengajukan mosi tidak percaya di Dewan Rakyat untuk mencopot Muhyiddin Yassin.

Datuk Anwar mengeklaim perdana menteri telah kehilangan kepercayaan mayoritas anggota parlemen.

Anwar Ibrahim mengatakan dia mewakili anggota parlemen yang mayoritas kecewa terhadap Muhyiddin yang juga telah kehilangan dukungan dari Istana Negara yang mengatakan Yang di-Pertuan Agong tidak setuju penerapan lockdown diperpanjang.

Krisis pandemi di Malaysia sudah merembet menjadi krisis politik yang makin luas.

Sangat mungkin Perdana Menteri Muhyiddin akan kehilangan kekuasaannya, karena mayoritas parlemen sudah tidak mendukung.

Kondisi pandemi di Indonesia lebih buruk dari Malaysia. Namun, tanda-tanda krisis politik secara terbuka belum muncul di permukaan di Indonesia. Beda dengan Malaysia yang oposisinya kuat, di Indonesia oposisi praktis tidak bersuara di parlemen.

Oposisi jalanan dalam bentuk demontrasi massa juga tidak terjadi di Indonesia. Seruan demonstrasi besar ‘’Jokowi End Game’’ pada 24 Juli ternyata hanya seruan kosong. Polisi dan aparat keamanan bergerak cepat memotong akar gerakan sebelum gerakan berkembang.

Polisi juga bergerak cepat menangkap penyebar informasi gerakan itu. Karena tidak ada gerakan oposisi yang riil, pemerintah Jokowi bisa memperpanjang pembatasan darurat dengan leluasa.

Parlemen jalanan dalam bentuk demonstrasi massa nyaris mati di Indonesia, satu-satunya saluran suara protes dilakukan melalui media sosial atau sering disebut sebagai ‘’Parlemen Medsos’’ sebagai ganti Parlemen Jalanan. Itu pun tidak bisa benar-benar bebas, karena setiap saat bisa terancam penangkapan melalui penerapan UU ITE.

Krisis pandemi ini merupakan krisis global paling besar yang pernah dihadapi Indonesia sejak krisis moneter 1998. (*)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler