jpnn.com, JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik Antonius Benny Susetyo mengharapkan masyarakat cerdas dan kritis dalam memilih pemimpin Indonesia, baik pemilihan presiden, gubernur, wali kota, bupati, serta anggota DPR.
Benny juga menilai pentingnya pendidikan politik diiringi dengan kesadaran kritis oleh masyarakat dalam menentukan dan mencari calon-calon pemimpin masa depan.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Menjelaskan tentang Baju Baru yang Dipakai, Oalah
"Pendidikan politik menjadi sarana sangat penting agar publik memiliki kesadaran untuk menentukan masa depan bangsa ini, dibutuhkan sebuah kehati-hatian dan kebijaksanaan serta kemampuan untuk terus-menerus mampu melihat rekam jejak sang pemimpinnya," kata dia, Kamis (20/7).
Selain itu, budayawan tersebut juga menyampaikan dalam menentukan pemimpin dibutuhkan sebuah analisis sosial tentang bagaimana rekam jejak, prestasi, capaian, kematangan psikologi, dan emosional seorang pemimpin. Diharapkan dapat menentukan pemimpin yang jauh lebih rasional.
BACA JUGA: Erick Thohir Paling Diterima Masyarakat Jadi Cawapres Ganjar Pranowo
"Pilihan rasional berarti menggunakan kesadaran akal budi. Maka kita harus mulai belajar mencari pemimpin dengan menggunakan kesadaran kritis kita seperti dikatakan oleh Descartes, sang filsuf ternama dari Prancis, saya berpikir maka saya ada," kata dia.
Menurutnya, rakyat harus berpikir dengan hati-hati dan sungguh-sungguh untuk mencari pemimpin yang benar-benar mendekati sesuai dengan konteks zamannya. "Dan pemimpin itu yang akan mengantarkan Indonesia pada pintu gerbang peradaban," jelasnya.
BACA JUGA: Budiman Sudjatmiko Siap Dipanggil DPP PDIP karena Temui Prabowo, Lalu Singgung KPK
Benny menerangkan pintu gerbang peradaban dunia dapat ditentukan ketika para pemilih menjadi pemilih yang kritis dan rasional serta pemilih yang betul-betul mampu untuk membaca sebuah realitas kehidupan.
"Maka dibutuhkan kesadaran kritis agar dalam memilih pemimpin tidak terjebak hanya dipermukaan dan terjebak dengan kesadaran palsu dimana kita akhirnya tidak menemukan pemimpin yang orisinal, yang betul-betul pemimpin, yang benar-benar mampu membawwa sebuah perubahan dan menjawab tantangan zamannya", lugasnya.
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila itu juga menyampaikan alasannya, karena keberagaman Indonesia yang dari 740 suku etnis dengan ragam budaya dan ragam serta agama-agama dan agama lokal. Oleh sebab itu, Benny mengatakan, diperlukan pemimpin masa depan yang harus bisa merangkul keragaman dan kemajemukan juga mengayomi semua agama yang ada di Indonesia.
"Maka mencari pemimpin dibutuhkan yang bisa diterima kita semua, pemimpin yang bisa merangkul juga pemimpin yang mampu menghadapi situasi global dan mampu membaca geostrategi dan geopolitik. Hal itulah pemimpin yang diharapkan, maka pemimpin harus ada kombinasi seperti Soekarno-Hatta, kombinasi itu harusnya yang risikonya paling kecil yaitu pemimpin yang bisa memberi harapan untuk generasi masa depan", terangnya.
Benny menambahkan dalam kontestasi polilik selama ini publik hanya disuguhi perebutan simbol tentang dukungan Jokowi dan mengekor tanpa ada suatu terobosan atas apa yang harus dilakukan untuk membangun peradaban politik masa depan Indonesia.
"Publik seharusnya diberikan satu gagasan-gagasan tentang apa yang dilakukan calon-calon presiden itu untuk mengatasi misalnya, stunting, untuk mengatasi kemiskinan, untuk mengatasi kesenjangan pendidikan, untuk mengatasi tentang bagaimana pemerataan itu. Sehingga, mereka itu mampu untuk memberikan sebuah program perencanaan yang terarah," ujarnya.
Menurut Benny, di tengah hangatnya perpolitikan dan perebutan simbol Jokowi, hal yang menjadi sangat penting juga diperlukannya adu gagasan yang dapat disajikan kepada masyarakat untuk memberikan pendidikan politik bagi publik.
"Pertarungan merebut simbol Pak Jokowi apakah sangat efektif untuk mendapat dukungan suara ataukah yang lebih penting bagaimana pemimpin-pemimpin calon presiden itu memiliki gagasan yang orisinil, gagasan-gagasan bagaimana mencapai kemajuan, gagasan-gagasan bagaimana mereka terlibat di dalam sebuah upaya-upaya untuk terwujudnya cita-cita Bung Karno mengenai Trisakti yaitu punya kemandirian di bidang politik, ekonomi dan kepribadian dalam konteks politik global saat ini," ujarnya. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Malam Hari, Semudah Itu Anies Menilai Indonesia Seberapa Maju
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga