Bahkan, korban jiwa bentrok antara etnis Rohingya (Muslim) dan etnis Rakhine (Buddha) itu bisa lebih dari dua kali lipat atau lebih besar daripada laporan sementara yang masuk. Pemerintah Rakhine memerkirakan korban jiwa bisa mencapai 50 orang sejak konflik meletus Minggu lalu (21/10).
"Api kali pertama terlihat di Desa Pike Thel. Sedikitnya 20 rumah terbakar. Tidak lama kemudian terdengar baku tembak dan tiga warga tewas," ujar Tun Min Thein, jubir Wan Lark Foundation, yayasan milik komunitas Buddha Rakhine. Dalam hitungan menit, insiden pembakaran yang disusul dengan baku tembak tersebut berubah menjadi kerusuhan.
Dari Kyauk Taw, kerusuhan kemudian terus menjalar ke Yathedaung yang terletak di barat laut. ’’Sekitar 10 rumah di Yathedaung terbakar dan petugas sempat melepaskan tembakan ke udara,’’ tutur Thein. Tak lama kemudian, aksi pembakaran rumah juga terjadi di Pauktaw yang berada di sebelah timur Sittwe.
Myo Thant, jubir pemerintah Negara Bagian Rakhine, menyatakan bahwa laporan awal menyebutkan 20 orang tewas. Itu meliputi etnis Muslim Rohingya maupun Buddha Rakhine. "Namun, korban jiwa kemungkinan mencapai 50 orang sejak terjadi konflik pada 21 Oktober lalu," kata dia.
Bahkan, karena bentrok masih berlangsung, dia yakin jumlah korban tewas masih akan bertambah. Selain korban tewas, konflik itu membuat ratusan warga luka. Sebanyak 80 di antaranya adalah pemeluk Buddha. Sayang, tidak ada laporan soal korban luka di kalangan Muslim Rohingya.
Tak hanya korban jiwa yang terus bertambah, kerugian akibat bentrok antaretnis itu juga makin banyak. Jika Thant menyebut sekitar 1.000 rumah ludes terbakar Rabu lalu (24/10), ratusan lainnya pun hangus kemarin pagi. Aksi pembakaran meluas ke kawasan lain di Rakhine," ujarnya. Pemerintah pun terpaksa mengerahkan lebih banyak aparat keamanan untuk mengamankan keadaan.
Hingga kemarin pemerintah masih memberlakukan jam malam di sejumlah besar wilayah di Rakhine. Polisi dan personel militer melakukan patroli gabungan di seluruh penjuru Rakhine. Terutama, di wilayah terpencil. Namun, sejauh ini jam malam belum dapat sepenuhnya meredam bentrok di antara dua etnis tersebut.
Suasana yang tak kondusif itu memaksa etnis Muslim Rohingya eksodus dari tempat tinggal mereka. Puluhan ribu Muslim Rohingya pun tinggal di tenda-tenda darurat di pinggiran Kota Sittwe. Awal pekan ini, ribuan Muslim Rohingya kembali tiba di tenda penampungan di Sittwe.
"Sepertinya, masih ada lebih banyak yang akan datang dalam waktu dekat ini. Padahal, kamp penampungan ini sudah mulai penuh sesak," kata Vivian Tan, jubir UNHCR (organisasi PBB yang mengurusi pengungsi) di Thailand. Dia menambahkan bahwa para pengungsi itu berdatangan dengan menggunakan perahu.
Tidak kurang dari 75.000 warga meninggalkan Rakhine sejak bentrok pecah pada 21 Oktober lalu. Sebagian besar di antara mereka, kata Tan, adalah etnis Muslim Rohingya. Sampai situasi keamanan pulih, para Muslim Rohingya itu terpaksa bertahan di kamp penampungan di Sittwe. Tanpa status kewarganegaraan yang jelas, mustahil bagi mereka untuk mencari perlindungan ke lokasi lain.
Bentrok tak berkesudahan di Rakhine dan kondisi para pengungsi Rohingya di kamp penampungan itu membuat PBB prihatin. "Kami sangat mengkhawatirkan kondisi para pengungsi dan korban kekerasan (di Rakhine)," kata Ashok Nigam, petinggi PBB di Yangon. Lewat pernyataan resminya, dia mengimbau semua pihak yang terlibat dalam konflik bisa saling menahan diri. (AFP/RTR/CNN/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bentrok Antar Etnis Di Myanmar Meluas
Redaktur : Tim Redaksi