Berani Abaikan Panggilan DPRD, Bos Novotel Bukittinggi Dilindungi Orang Kuat?

Selasa, 31 Januari 2023 – 20:58 WIB
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Komisi III DPRD Sumatra Barat (Sumbar) dapat mengupayakan pemanggilan paksa terhadap pihak pengelola Hotel Novotel Bukittinggi.

Apalagi, laporan pertanggungjawaban pihak pengelola dalam kerja sama Build Over Transfer (BOT) dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Sumbar tidak jelas, khususnya masalah pembagian keuntungan per tahun yang janggal.

BACA JUGA: Novotel Bukittinggi Merugi 30 Tahun, DPRD Panggil Dedi Panigoro

"Harusnya pihak pengelola menghormati dong, harus menghormati DPRD-nya, jadi kalau dia misalkan membangkang bisa dia dilaporkan ke aparat penegak hukum. Jadi dia harus dipanggil sampai tiga kali," kata pemerhati kebijakan publik Trubus Rahardiansyah kepada wartawan.

Menurut Trubus, DPRD bisa melaporkan Direktur PT Graha Citrawisata, Dedi Sjahrir Panigoro, sebagai penanggung jawab pengelolaan Novotel Bukittinggi tersebut ke pihak berwajib, jika benar-benar tidak mengindahkan panggilan.

BACA JUGA: Jokowi Minta 10 Kader Hanura Datang ke Novotel Pekanbaru

Kepala Daerah sebagai pihak yang ikut meneken dan memperpanjang perjanjian kerja sama tersebut juga sah untuk dilaporkan.

"Kalau dia tiga kali tetap tidak hadir itu sama dengan melecehkan namanya, maka DPRD bisa melaporkan termasuk di dalamnya adalah Kepala Daerahnya, karena dia yang punya kewenangan," kata dia.

BACA JUGA: Novotel Lombok Incar Jawara di #WHTA 2016

Apalagi, kepala daerah itu memperpanjang kontraknya 10 tahun pada 2012 tanpa ada evaluasi.

Kontrak kerja yang seharusnya berakhir 2022 bahkan kembali diperpanjang dua tahun hingga 2024 dengan alasan yang terindikasi melanggar hukum. Pemerintah juga dirugikan atas pengelolaan Hotel Novotel tersebut.

Trubus juga menilai ada penyebab pihak pengelola ogah datang memenuhi panggilan lembaga legislatif Sumbar itu.

Salah satunya, diduga ada pihak yang melindungi pengelola Hotel Novotel Bukittinggi sehingga merasa tidak perlu menjelaskan ihwal polemik laporan keuangan ke DPRD Sumbar.

"Kedua, menurut saya memang ini sebenarnya sumber mereka enggak mau datang ini dalam tanda petik biasanya ada yang membekingi jadi merasa," ucapnya.

Bahkan, lanjut dia, tidak tertutup kemungkinan pihak yang melindungi pengelola Hotel Novotel Bukittinggi itu adalah kepala daerah atau orang-orang dekat penyelenggara negara.

Trubus menegaskan sikap pengelola Hotel Novotel Bukittinggi itu terkesan melecehkan parlemen.

Di sisi lain, Trubus mendukung langkah DPRD Sumbar yang menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam menelusuri laporan keuangan pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi tersebut.

Apalagi, sudah 30 tahun pihak pengelola tidak memberikan laporan yang konkret dari pendapatan hotel.

"Iya itu sebagai salah satu pelaksanaan investigasi ya harus memanggil, karena kan untuk melihat unsur kerugiannya, nanti BPK biasanya ngasih rekomendasi sesuai tupoksi, bahwa pelaksanaannya dari tahun sampai tahun sekian ada masalah, biasanya disebutkan nanti," ucapnya.

Kendati begitu, dia mengingatkan agar langkah DPRD menggandeng BPK ini bukan hanya semata lips service untuk menutupi adanya dugaan tindak pidana dari pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi.

"Oh iya, tapi harus diingat menurut saya jangan sampai memanggilnya hanyalah lips service untuk menutupi kasus yang ada di situ, saya khawatir justru di Komisi III ada orang-orang karena satu partai atau jaringan tertentu sehingga mereka melakukan upaya-upaya untuk menutup-nutupi," tegas dia.

Sebelumnya, Komisi III DPRD Sumbar akan menggandeng BPK RI untuk melakukan audit investigasi pengelolaan Hotel Novotel Bukittinggi yang merupakan kerja sama Build Over Transfer (BOT) dengan Pemerintah Daerah Sumatra Barat.

Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung mengatakan Direktur PT Graha Citrawisata Dedi Sjahrir Panigoro sudah dua kali dipanggil oleh pihaknya.

Namun, tidak satu pun undangan dipenuhi.

Menurut dia, DPRD Sumbar memiliki tugas untuk mengawasi penggunaan aset milik Pemerintah Daerah Sumatra Barat.

Dia menilai ada hal yang tidak masuk akal dalam kerja sama antara perusahaan yang dipimpin Dedi Panigoro dengan Pemerintah Daerah Sumatera Barat.

“Ini masalah besar karena aset yang dikelola itu besar, puluhan bahkan ratusan miliar. Sementara selama ini kan kontribusi kepada pemerintah daerah menurut kita enggak masuk akal. Masa iya Rp 200 juta setahun. Sementara neraca kasih ke kita omsetnya Rp 30 miliar tahun 2020. Jadi itu yang kita ingin dalami, apa masalahnya omset Rp 30 miliar kok keuntungan hanya dapat segitu,” kata dia. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler