jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan), Hari Priyono, menegaskan tidak sepekat dengan pernyataan segelintir pihak yang menginginkan masalah perberasan harus diserahkan sesuai mekanisme pasar.
Menurutnya, justru dari sebutir beras terkandung nilai ideologi Indonesia sebagai bangsa, karena termasuk komoditas strategis dan politis. Sehingga, pemerintah harus turun tangan dan terlibat penuh.
BACA JUGA: Mentan Minta Mahasiswa Kerja Keras
"Saya ingin mengajak kita berpikir jernih dengan akal sehat disertai dengan nurani sebagai anak bangsa," ujarnya di Jakarta, Jumat (5/8/2017).
Peraih Satya Lencana Karya Satya X dan XX ini menerangkan, nilai strategis dan politis tersebut tercermin dari beberapa hal.
BACA JUGA: Siap-Siap, Sambut Kejayaan Kopi Indonesia di Dunia
Pertama, beras menjadi pangan pokok dan menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia. Kedua, mempengaruhi inflasi dan kemiskinan.
Ketiga, menjadi ruang ekonomi rakyat, mengingat sekitar 56 juta orang menggantungkan hidupnya dengan menanam padi. Terakhir, mempengaruhi kesejahteraan petani serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
BACA JUGA: Generasi Muda Terpikat Program Gempita Kementan untuk Percepatan Jagung
Hal tersebut kemudian tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor Tahun 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan serta turunannya.
"Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, menyangkut rakyat petani, dan konsumennya seluruh rakyat Indonesia, maka harus dikendalikan oleh pemerintah," jelas Hari.
Dia menambahkan, ketersediaan dan harga beras yang mempengaruhi inflasi, berdampak pada kestabilan ekonomi, serta berpengaruh terhadap sosial dan politik, juga menjadi alasan lain mengapa pemerintah harus hadir.
"Sejarah telah membuktikan, bahwa gejolak pangan yang berkepanjangan mengakibatkan pemerintahan yang tidak stabil," sambungnya mengingatkan.
Untuk itu, Hari menilai, pihak-pihak yang berpikir beras adalah komoditas bebas dan harus diatur sesuai mekanisme pasar yang sarat dengan ideologi liberalisme, merupakan pemikiran keliru dan melukai nasionalisme sebagai bangsa.
"Karenanya, marilah kita pertanyakan bagaimana ideologi Pancasila dari orang-orang yang telah menempatkan beras sebagai komoditas biasa dan boleh mengambil untung semaunya," tandas Hari. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Butuh Kecermatan untuk Menganalisis Data Perberasan
Redaktur : Tim Redaksi