jpnn.com, JAKARTA - Beras premium yang biasanya memiliki tampilan putih cerah/transparan, belum tentu baik bagi kesehatan.
Beras adalah bagian biji padi yang terdiri dari: aleuron (kulit ari), lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses penyosohan; endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada dan lembaga.
BACA JUGA: Inilah Merek Beras yang Juga Dioplos
Beras mengandung pati (80-85 %), protein (7-8%), vitamin (terutama pada alaeuron) dan mineral.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat yaitu: (1) amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang; dan (2) amilopektin, pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket.
BACA JUGA: Indonesia Ekspor Beras Medium Setelah 72 Tahun
Komposisi inilah yang menentukan beras tersebut pulen atau pera.
Bila kandungan amilosanya (>25%) beras tersebut tergolong pera, amilosa (20-25%) pulen sedang, dan amilosa rendah (<20%) tergolong pulen.
Komposisi amilosa dan amilopektin tersebut tergantung pada varietas padinya.
Pada umumnya pedagang atau pengusaha melakukan pengoplosan atau blending antar varietas untuk mendapatkan tingkat kepulenan beras yang diinginkan.
Proses produksi beras dari gabah secara garis besar melalui tahapan pemecahan kulit untuk melepaskan sekam dari gabah sehingga dihasilkan beras pecah kulit, selanjutnya dilakukan penyosohan untuk melepaskan kulit arinya sehingga dihasilkan beras yang putih bersih.
Pada proses penyosohan ini terjadi pengelupasan kulit ari beras, dampaknya beras kehilangan banyak protein, asam lemak esensial, vitamin B kompleks dan mineral yang terdapat pada kulit ari tersebut.
Makin tinggi derajat penyosohan dilakukan makin putih warna beras giling yang dihasilkan, semakin miskin zat-zat gizi.
Beras premium dengan persyaratan derajat sosoh min.100% (menurut SNI 6128-2015), bisa dibayangkan nilai gizi penting bagi tubuh yang terkandung pada kulit ari beras terbuang semua.
Adanya image di masyarakat bahwa beras premium lebih sehat dari beras medium tidaklah benar.
Pengolahan gabah menjadi beras hanyalah bersifat fisik sehingga tidak merubah nilai gizinya, bahkan penyosohan yang berlebihan seperti yang terjadi pada beras premium menurunkan nilai gizinya.
Kenapa kita harus membayar lebih mahal untuk beras yang nilai gizinya lebih rendah? Konsumen harus cerdas dalam memilih beras dan tidak terperdaya oleh iklan (BB/adv/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia