Berbagi Kisah Sukses Start Up Agribisnis di Agrivaganza 2018

Jumat, 23 November 2018 – 22:02 WIB
Agrivaganza 2018 di halaman Kantor Pusat Kementerian Pertanian (Kementan) Jakarta (23/11). Foto: Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Era digitalisasi turut mengubah pola-pola kegiatan pertanian, hingga pola distribusi atau pemasaran hasil pertanian. Aktivitas jual-beli hasil pertanian, kini tak lagi terbatas dengan tempat dan waktu, menyusul bermunculannya start up e commerce di bidang agribisnis.

Chief Executive Officer (CEO) sekaligus founder aplikasi Etanee Cecep M Wahyudin, berbagi cerita bagaimana ia memulai agribisnis berbasis aplikasi yang diberi nama Etanee.

BACA JUGA: Kementan Dorong Anak Muda Kenali Pertanian

Etanee yang merupakan singkatan dari e-comerse untuk hasil pertanian, merupakan Inovasi dari civitas akademika dan alumni Institut Pertanian Bogor (IPB).

"Kita melihat ada yang perlu dilakukan untuk distribusi hasil pertanian. Maka concern kami adalah digitalisasi hasil pertanian. Mulai dari hulu (petani), sampai pemasaran semua digitalized," ujar Cecep pada bincang-bincang bersama pengusaha muda, dalam acara Agrivaganza 2018 di halaman Kantor Pusat Kementerian Pertanian (Kementan) Jakarta (23/11).

BACA JUGA: Kadin Apresiasi Capaian Investasi dan Ekspor Pangan

Menurut Cecep, digitalisasi distribusi hasil pertanian menjadi penting, karena biasanya hasil tani terkonsentrasi di satu titik lokasi produsen komoditas tertentu. "Dengan Etanee maka distribusi hasil tani bisa lebih merata," tambah Cecep.

Cecep mengaku sejauh ini belum menemukan kendala. Karena selama ini masih konsentrasi di frozen product. "Sejauh ini belum ada investor, jadi kita biayai sendiri, kita hidupkan sendiri. Dengan cara ini kami sudah hadir di 9 kota di antaranya Bandung, Depok, Bogor Cibubur, beberapa wilayah di DKI Jakarta, Bekasi, Bintaro. Dan bulan ini kita akan launching di Jawa tengah," jelasnya.

BACA JUGA: Modernisasi Pertanian Tingkatkan Efisiensi Produksi

Era Digital Membuat Bisnis Pertanian Lebih Menarik

Dan yang terpenting menurut Cecep, apa yang dilakukannya bersama beberapa teman yang berkecimpung dalam bisnis digital hasil pertanian ini adalah, semakin menurunnya minat generasi muda milenial pada sektor pertanian. Padahal bisnis pertanian sangat menarik dan menjanjikan.

"Saya sendiri mulai usaha peternakan ayam dari 2005, jadi sudah merasakan seluk beluk berusaha ayam. Dimulai dari 200 ekor di 2005, Sekarang kapasitas produksi ayam potong kita 2,5 juta ekor dan telur ayam 5 ton," ceritanya bangga.

Menutup cerita suksesnya, Cecep menyampaikan tawaran pada Kementan untuk men-digitalisasi distribusi Toko Tani yang dikelola Kementan, "Barangnya sudah ada, tinggal didistribusikan secara digital saja, kami siap dukung."

Agripreneur muda lainnya yang turut berbagi pengalaman dalam bincang bersama pengusaha muda pada acara Agrivaganza 2018 adalah M Nanda Putra, Co-Founder Tanijoy.

Berbeda dengan Etanee, menurut Nanda yang juga bertani kopi, Tanijoy bergerak fokus di _on-farm_ sayur-sayuran. Tanijoy bermula dari persoalan-persoalan yang Nanda dan kawan-kawannya dengar langsung saat berinteraksi dengan petani.

"Maka Tanijoy berusaha membantu petani dengan permodalan. Bukan uang _cash_, karena biasanya akan jadi kulkas, jadi TV, dan barang konsumtif lainnya. Maka kami beri bantuan modal dalam bentuk lain," ujar Nanda.

Tanijoy juga membuka peluang bagi mereka yang ingin bertani tapi tidak punya waktu, bisa menyalurkan modalnya untuk diteruskan menjadi permodalan petani. "Pembiayaan menggunakan syariah base, bagi hasil," kata Nanda.

Hanya saja selama ini Nanda mengaku masih mengalami kendala pada sumber daya manusia, dan permodalan.

Bisnis Pertanian Jangan Takut Rugi

Menjawab kegelisahan pengusaha muda sektor pertanian, Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro yang juga menjadi pembicara dalam acara ini, menjelaskan untuk alasan itulah Kementan menggelar acara Agrivaganza 2018.

"Melalui Agri vaganza 2018 ini kita perkenalkan pada masyarakat khususnya generasi muda bahwa kita sedang menuju era Agri 4.0," ujar Syukur.

Dulu, lanjut Syukur, di era 1.0 hasil tani dijual langsung secara terbatas di lokasi yg terbatas. Masuk era 2.0 sudah ada pasar. Masuk 3.0 sudah ada supermarket pasar yang lebih modern. Dan kita menyongsong era Agri 4.0, era yang lebih efisien. Di mana ruang dan waktu tidak lagi menjadi batasan dalam usaha pertanian.

"Seperti yang tadi kisah suksesnya sudah dengar bersama oleh Cecep dari Etanee dan Nanda dari Tanijoy," kata Syukur.

Dia juga menegaskan, Pemerintah melalui undang-undang wajib melindungi warganya dalam berusaha di sektor pertanian. "Kami akan kumpulkan semua pengusaha-pengusaha muda di Indonesia agar menjadi suatu kekuatan bisnis pertanian," janji Syukur.

Sementara mengenai permasalahan modal dan sumber daya manusia, ia memastikan hal tersebut menjadi bagian dari perhatian Pemerintah.

"Tadi disebutkan sistem bisnis nya menggunakan bagi hasil, itu baik sekali bukan hanya bagi untung tapi juga bagi rugi kalau mengalami kerugian. Maka para pelakunya akan lebih bersungguh-sungguh agar jangan sampai rugi," pungkasnya.

Memberi semangat, Syukur menyampaikan agar para pemuda jangan ragu untuk mulai berbisnis di sektor pertanian di era digitalisasi dan Agri 4.0.

"Jangan heran boleh jadi 5 tahun yang akan datang nanti supermarket sudah tidak lagi ditemukan di era Agri 4.0. Selama perut manusia ada di depan, jgn khawatir rugi dalam bisnis pertanian," tutup Syukur. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tingkatkan Ekspor, Mentan Amran Teken MoU dengan KADIN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler