Berharap Setelah Nonton Film Ini, Tak Mau jadi TKI

Sabtu, 30 Juni 2012 – 21:08 WIB

JAKARTA - Setelah memakan proses produksi yang cukup lama akhirnya film Perempuan Sasak Terakhir (PST)  resmi diputar di bioskop, Kamis (28/6) lalu di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, Jakarta.

Film garapan sutradara Sandi Amaq Rinjani ini  mengambil cerita tentang persoalan perempuan dan hilangnya kearifan lokal yang tergerus derasnya modernisasi.

Mengambil seting kehidupan perempuan di perkampungan adat masyarakat Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat,  Sandi, ingin menceritakan bagaimana posisi perempuan saat ini.

Perempuan sebagai ibu, sebagai pengajar, tulang punggung keluarga, hingga  fungsi sosialnya dalam keluarga dan masyarakat.

‘’Di sini kami memotret tentang isu-isu perempuan seperti kekerasan, akses kesehatan hingga benturan budaya lokal dalam arus globalisasi saat ini,’’ ujar Sandi, kepada JPNN, Sabtu (30/6).

Memang film ini jauh dari tema utama film komersial saat ini yang cenderung menjual kisah horor dan sensual. Sandi berpandangan, salah satu fungsi film Indonesia yang kini mulai hilang adalah kesadaran untuk mengangkat akar budaya Indonesia itu sendiri.

‘’Setidaknya kita mulai dari hal yang kita bisa. Kami ingin menceritakan kembali tentang sejarah dan budaya serta kronik persoalannya melalui cerita keseharian masyarakat Sasak di Lombok,’’ tambahnya.

Sementara itu Direktur TV9 yang juga produser film ini I Made Rethuyana menambahkan, pihaknya berharap agar film ini diterima oleh masyarakat. Lebih dari itu, pesan-pesan moral yang divisualisasikan lewat tayangan tersebut mampu tersampaikan kepada masyarakat terutama kearifan lokal yang dominan dimunculkan dalam film berdurasi  lebih dari 100 menit ini.

‘’Saya memang tidak punya pengalaman dalam industri broadcasting dan entertainment seperti film. Tapi saya melihat film adalah sebuah medium yang bisa mengangkat kearifan  lokal dan industri lokal hingga bertumbuh kembang. Banyak anak muda Lombok yang kemudian  tertarik menjadi TKI di luar negeri, sehingga melalui film saya harap pola pikir mereka berubah, ‘’ ujarnya.

Memang dalam film ini Sandi, terlihat dominan menampilkan isu-isu lokal yang menjadi persoalan utama dalam masyarakat khususnya NTB. Misalnya, mengenai angka kematian ibu melahirkan, rendahnya akses terhadap teknologi informasi, listrik dan pendidikan.

Lebih dari itu isu sulitnya lapangan kerja, tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan hingga banyaknya pengidap gangguan jiwa akibat problematika sosial di masyarakat.

Film ini sendiri ini menampikan wajah-wajah baru dalam perfilman nasional. Seperti Edwin Kurniawan, Aufa Asfarina Febrianggie, Azhar Zaini dan lainnya.

Selain cerita yang berbeda, film ini akan menyuguhkan panorama pedalaman desa Sembalun di lereng Gunung Rinjani yang eksotis. ‘’Semoga film bermanfaat dan tentunya diterima masyarakat,’’ imbuhnya.(zul/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Demian: Yulia Langgar Komitmen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler