jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengajar sebagai dosen tetap pascasarjana mahasiswa doktoral program S3 Ilmu Hukum Universitas Borobudur, angkatan 24 dengan jumlah mahasiswa mencapai 52 orang.
Adapun para mahasiswanya antara lain, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, Bupati Banyuasin Askolani, Lawyer MNC Group Sutrisno, Dosen Ilmu Hukum Universitas Esa Unggul Sidi Wiraguna, Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno Hudy Jusuf, dan beberapa kepala daerah lainnya, termasuk dari TNI/Polri.
BACA JUGA: Bamsoet: Untuk Apa Berpura-pura, Saya Terbuka Apa Adanya
Bamsoet mengajar mata kuliah Pembaharuan Hukum Nasional, serta mata kuliah Politik Hukum dan Kebijakan Publik di semester yang akan datang.
Selain menjadi dosen tetap, Bamsoet dipercaya menjadi Co-Promotor dan penguji mahasiswa pascasarjana Ilmu Hukum juga sebagai penguji pascasarjana program S3 di kampus almamaternya Fakultas Hukum UNPAD Bandung.
BACA JUGA: Jokowi Tunjuk Janedjri M Gaffar jadi Plt Sekjen MPR RI, Bamsoet Sampaikan Hal Ini
Salah satu bentuk terobosan pembaharuan hukum nasional yang saat ini sedang digagas oleh bangsa Indonesia, yakni rencana MPR RI menghadirkan kembali Utusan Golongan di MPR RI dan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai peta jalan pembangunan nasional.
Mengatur hal-hal yang bersifat filosofis dan turunan pertama dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945.
BACA JUGA: Gelar Teladan Metropolitan Wisata Time Rally, Bamsoet: Kontribusi IMI Memeriahkan HUT DKI
Posisi PPHN yang didasari TAP MPR RI sangat kuat, tidak bisa ditorpedo Perppu maupun di judicial review Mahkamah Konstitusi.
Bisa digunakan sebagai landasan hukum pembangunan jangka panjang seperti pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan pembangunan infrastruktur strategis berjangka panjang lainnya.
"Memastikan IKN Nusantara tidak mangkrak seusai berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo, sebagaimana Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang yang mangkrak usai berakhirnya pemerintahan Presiden SBY," ujar Bamsoet saat memberikan kuliah Pembaharuan Hukum Nasional, Pascasarjana Universitas Borobudur, Jakarta, Sabtu (17/6).
Ketua DPR RI ke-20 itu menjelaskan, untuk menjaga 'marwah' PPHN agar tetap mempunyai implikasi dan daya ikat terhadap siapapun presidennya, maka bisa dilakukan melalui mekanisme/pranata hak bugdet DPR RI.
"Gambaran teknisnya, apabila RAPBN yang diajukan pemerintah tidak sesuai dengan arahan yang terdapat dalam PPHN, misalnya tidak terdapat anggaran untuk pembangunan IKN Nusantara," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, bentuk hukum PPHN yang ideal, yakni dalam bentuk Ketetapan MPR, yang membutuhkan dasar legalitas konstitusional dengan memberi kewenangan MPR melalui amandemen terbatas Konstitusi.
Jika menghadirkan PPHN melalui amandemen dirasakan bisa menimbulkan kegaduhan politik, maka bisa dilakukan terobosan dan pembaharuan hukum dengan menghadirkan PPHN tanpa Amandemen, yakni melalui konvensi Ketatanegaraan dengan menyesuaikan beberapa peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu diperlukan konsensus nasional untuk menyelenggarakan konvensi ketatanegaraan yang melibatkan delapan lembaga tinggi negara, termasuk lembaga kepresidenan.
"Konvensi ini kemudian dikuatkan dengan Tap MPR. Saat ini MPR masih memiliki kewenangan Tap MPR yang sifatnya keputusan (beschikking). Lebih baik lagi jika penjelasan pasal 7 ayat 1 huruf b pada UU Nomor 12 tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 ditiadakan atau dihapus, sehingga kekuatan Tap MPR yang bersifat regeling atau pengaturan, hidup kembali," pungkas Bamsoet. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Apresiasi Terbentuknya Volkswagen Thing Club, Bamsoet: Harus jadi Gerakan Moral
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian