Berjuang Bertemu SBY, Uang Jualan Kaset Raib di Masjid

Selasa, 10 Juli 2012 – 08:08 WIB
Hari Suwandi (44) tiba di Jakarta dengan berjalan kaki dari Kecamatan Porong Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Korban Lapindo ini hendak mengadukan nasibnya ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Foto: Natalia Laurens/JPNN

Kisah pedih warga Kecamatan Porong Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur akibat peristiwa semburan lumpur panas Lapindo ternyata belum usai. Setelah enam tahun berlalu tanpa kepastian, kisah ini terungkap lagi di hadapan publik.

Natalia Laurens, Jakarta
====================

HARI Suwandi (44) adalah salah satu warga yang masih menyimpan kegelisahannya akibat peristiwa ini. Selama enam tahun, ia menunggu dan mencari keadilan dari bencana lumpur itu. Namun, tak ada satu pun yang dapat memberikan jawaban pasti untuk hak-hak Hari dan warga di kampung halamannya. Akhirnya, Hari memilih untuk berusaha sendiri.

Berbekal uang Rp 50, ia memutuskan untuk menggali harapannya di Jakarta. Tepat 14 Juni 2012, ia mulai perjalanan ke Jakarta dengan berjalan kaki. Niatnya hanya satu, ia ingin bertemu Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Ia tiba di Jakarta, Minggu (8/7) kemarin.

"Berdasarkan PP Nomor 14/2007 PT Minarak Lapindo Jaya menyebutkan bertanggung jawab atas warga yang masuk dalam daerah terdampak. Tapi kemudian mereka mengeluarkan surat lagi bahwa mereka tidak mampu membayar ganti rugi. Situasi ini tentunya membuat kami semakin terpuruk. Saya ingin Presiden tahu kegelisahan kami, " kata Hari saat ditemui dalam jumpa pers di Walhi, Jakarta Selatan, Senin ( 9/7).

Dalam perjalanan ini, Hari ditemani rekannya Haryowiyono (42). Hari berjalan kaki, sementara, Haryo mengendarai sepeda motor untuk membawa perbekalan mereka sepanjang jalan. Sesekali, bila lelah keduanya mampir ke masjid yang ditemui di jalan untuk beristirahat. Selama perjalanan mereka juga mendapat dukungan dari sejumlah kelompok masyarakat di setiap kota yang mereka lewati.

Kebanyakan dukungan berasal dari ormas-ormas Islam yang bersimpati dengan perjuangan Hari. Sebagai bukti dukungan, Hari membawa bendera ormas-ormas tersebut hingga ke Jakarta. "Saya ngumpulin duit dengan menjual kaset dokumenter sejak lumpur Lapindo muncul. Banyak yang mau membeli karena mereka ingin membantu saya," tuturnya.

Hari mengaku senang, dalam perjalanannya banyak orang yang membeli kaset tersebut. Ia berhasil menjual 15 kaset dengan keuntungan Rp 750 ribu. Namun, keberuntungan itu tak berlangsung lama.

Ketika mereka lelap tertidur dalam sebuah masjid di wilayah Tuban, uang itu raib digondol maling. Hari mengaku ingin marah, karena jerih payahnya hilang begitu saja. Namun, ia pun tak bisa berbuat banyak kecuali berpasrah. Untungnya, banyak yang memberikan bantuan dan dukungan selama perjalanan menuju Jakarta.

"Saya datang ini kan bukan hanya untuk saya, tapi juga untuk warga desa saya yang mengharapkan keadilan. Usaha yang kami rintis hancur karena lumpur Lapindo, kami harus memperjuangkan nasib kami," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Hari mengaku kerugiannya tak seberapa dibanding kerugian warga lain di kampungnya. Ia tak memiliki tanah yang luas seperti warga lainnya. Tapi ia kehilangan usaha tas dan  dompet yang dirintisnya bertahun-tahun. Usahanya hancur akibat peristiwa lumpur Lapindo itu.

Ia menyatakan pemerintah dan PT Minarak Lapindo Jaya, tak memikirkan bagaimana usaha warga yang hancur akibat peristiwa itu. Sebagian warga hanya diberikan ganti rugi untuk tanah yang tenggelam dalam lumpur, tapi usaha dan harta benda lainnya yang menjadi aset mereka tak ikut dihitung.

"Saya ingin bicara dengan Presiden tentang hak-hak kami. Saya ini seperti anak yang ingin bertemu bapaknya, jika Presiden tidak mau menemui saya, saya akan bertahan hingga waktu yang tak dapat ditentukan. Saya ingin cari keadilan untuk kami warga Porong," tandas Hari. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadromi, Gadis Blasteran Indonesia-Arab Pesaing Magribi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler