"Kedua, masih ada praktek kekerasan yang dilakukan oleh anggota militer. Situasi ini menandakan bahwa reformasi TNI masih tidak bermakna bagi hak asasi dan kebebasan yang fundamental di Indonesia," kata Haris, Selasa (16/10).
Menurut Haris, ini juga menandakan bahwa klaim-klaim penghukuman lewat peradilan militer masih tidak mampu memberikan koreksi yang signifikan untuk meminimalisir kekerasan oleh anggota TNI.
"Apalagi kekerasan tersebut dilakukan di hadapan masyarakat, di hadapan anak-anak. Mereka memberikan contoh dan memertontonkan hal yang buruk," ungkap Haris.
Kedepan, kata dia, untuk situasi ini bisa terus terjadi dimana polisi tidak berani bertindak melakukan penegakan hukum yang baik kepada TNI. Menurutnya, mekanisme internal TNI hanya teaterikal dan Kementerian Pertahanan juga sibuk membangun citra melalui alat utama sistem persenjataan saja tanpa membangun jatidiri TNI yang profesional, humanis dan demokratis. "Tidak ada upaya serius mengawal koreksi untuk TNI yang melakukan kekerasan yang mewarisi tindakan brutal di masa lalu," katanya.
"Alih-alih tetap ngotot untuk memiliki UU Kamnas (Undang-undang Keamanan Nasional). Lalu, bagaimana masa depan implementasi Kamnas jika tidak dimbangi dengan perilaku yang baik?" pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI Aniaya Wartawan, RUU Kamnas Kena Imbas
Redaktur : Tim Redaksi