jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Ali Wongso Sinaga menilai Indonesia memerlukan Undang-Undang Keamanan Nasional, semacam “Internal Security Act” di Malaysia atau Singapora dan banyak negara di dunia.
“UU itu dibutuhkan untuk menguatkan jaminan stabilitas nasional guna menyukseskan percepatan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila menuju Indonesia maju di bawah kepemimpinan nasional Presiden Jokowi ke depan,” ujar Ali Wongso usai melakukan acara silaturahmi dan konsultasi dengan Ketua Umum PEPABRI Jenderal TNI (Pur) Agum Gumelar yang juga Wantimpres di Jakarta, Kamis (17/4).
BACA JUGA: Perlu Memperkuat Fondasi Keamanan dan Ketahanan Siber Lewat UU
Dalam acara tersebut, Ketua Umum SOKSI didampingi tujuh belas pimpinan nasional SOKSI antara lain Erwin Ricardo, Minadi Pujaya, dan Anshari.
Lebih lanjut, Ali mengatakan UU Keamanan Nasional itu sangat penting dan sekarang ini adalah momentum yang tepat. Tanpa UU itu negara bisa lemah menghalau gerakan radikalisme dan separatisme dalam menghadapi "proxy war" dan infiltrasi kekuatan asing yang cenderung akan meningkat seiring gerak maju pembangunan nasional.
Ketua Umum SOKSI Ali Wongso Sinaga (kiri) dan Ketua Umum PEPABRI Agum Gumelar
Dari informasi intelijen dan pernyataan banyak pihak yang kredibel, kata Ali Wongso, menggambarkan bahwa tak sedikit dari elemen-elemen bangsa hingga ke oknum-oknum aparatur negara yang sementara ini sudah terpapar radikalisme.
“Kasus percobaan pembunuhan terhadap Menkopolhukam Wiranto oleh kelompok radikalisme baru-baru ini, sudah cukup sebagai ‘warning' adanya bahaya serius sedang mengancam Pancasila dan NKRI,” ujarnya.
Karena itu, Ali Wongso berharap DPR RI dan Pemerintah hendaknya tanggap akan situasi seperti ini. Selain itu, untuk para aktivis HAM dan kelompok yang sebelumnya menentang RUU Keamanan Nasional, diharapkan dengan perkembangan situasi kondisi ini, hendaknya dapat memahami dan mendukung bahwa eksistensi negara tidak boleh hancur.
“Semua manusia dari pihak manapun mesti diakui memiliki HAM tanpa kecuali serta harus dilindungi termasuk HAM aparatur TNI/POLRI dan warga masyarakat yang setia pada Pancasila dan NKRI harus dilindungi oleh negara,” ujarnya.
Dalam kesempatan konsultasi itu, Agum Gumelar memiliki pandangan-pandangan yang sama dengan SOKSI tentang berbagai isu strategis nasional dalam rangka membangun Indonesia yang lebih baik kedepan.
Bahkan Ketua Umum PEPABRI itu menyampaikan gagasan baru yang amat penting yaitu “urgensi payung hukum berupa TAP MPR untuk menghalau gerakan radikalisme yang berbasis trans ideologi- ekstrim kanan", analog dengan TAP MPRS No. 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan larangan penyebaran ajarannya, selain dari perlunya UU Keamanan Nasional yang kuat dan efektif.
Selain itu, Ketua Umum PEPABRI bersepakat dengan Ketua Umum SOKSI untuk melanjutkan komunikasi dan konsultasi PEPABRI-SOKSI kedepan guna membahas isu-isu strategis bangsa dan menggali gagasan-gagasan kreatif dengan “problem solving oriented” di dalam semangat kemitraan dan perjuangan memajukan bangsa.
Selain itu, dorongan motivasi kesejarahan SOKSI, yang kelahirannya pada 59 tahun lampau, yang dibidani oleh TNI Angkatan Darat melalui Suhardiman dengan dukungan penuh Jenderal Achmad Yani, KASAD ketika itu, harus bisa terus mengawal tegak utuhnya NKRI berdasarkan Pancasila dari rongrongan serta ancaman PKI waktu itu.
Sementara itu, Minadi Pujaya menambahkan bahwa untuk menjaga tetap tegaknya NKRI dan Pancasila, maka dibutuhkan kebersamaan antara semua unsur bangsa terutama TNI dan Polri. “Untuk itu, maka TNI dan Polri harus terus bersama-sama bergandengan tangan menjaga NKRI dan Pancasila,” pungkasnya.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich