BI Beri Sinyal Intervensi Rupiah

Senin, 06 Mei 2013 – 07:35 WIB
JAKARTA--Selain di pasar saham, penurunan outlook atau prospek utang Indonesia oleh Standard and Poor"s (S&P) juga telah mengguyurkan sentimen negatif di pasar uang. Untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah, Bank Indonesia (BI) langsung memberikan sinyal bakal melakukan intervensi lebih dalam ke pasar.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, begitu berita tentang penurunan prospek utang Indonesia mulai tersebar, tekanan jual pada rupiah di pasar uang memang langsung menguat. BI pun lantas masuk untuk campur tangan ke pasar valas. "Kami kasih sinyal stabilisasi rupiah sesuai fundamental," ujarnya.

Pekan lalu S&P merevisi prospek utang Indonesia dari positif menjadi stabil. Adapun peringkat Indonesia menurut S&P tetap di posisi BB+, atau level tertinggi untuk rating utang berkategori junk atau sampah. Dengan penurunan prospek, menurut S&P, Indonesia makin menjauh dari peringkat layak investasi atau investment grade. Dua lembaga rating paling dipercaya investor global lainnya, yakni Fitch Rating dan Moodys Investors Service, sudah dan masih memberikan peringkat utang investment grade kepada Indonesia.

Perry mengakui, gejolak rupiah sempat terjadi sebagai akibat reaksi sesaat investor di pasar uang. Kuotasi rupiah pun sempat menembus level kisaran Rp 9.735 - 9.745 per USD. "Tapi, setelah itu rupiah bergerak relatif stabil," katanya.

Data kurs tengah BI menunjukkan, pada Jumat lalu (3/5) rupiah sebenarnya sempat menguat ke level Rp 9.721 per USD. Namun, terjadi pelemahan di akhir sesi perdagangan sehingga akhirnya ditutup di posisi Rp 9.740 per USD, melemah 12 basis poin dibanding penutupan Kamis (2/5) yang di posisi Rp 9.728 per USD.

Bagaimana tren rupiah ke depan? Kepala Ekonom Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa memiliki pandangan menarik. Menurut dia, saat ini terdapat banyak faktor yang menekan nilai tukar rupiah. Namun, dia optimistis bahwa secara fundamental, rupiah masih cukup kuat. "Kami punya riset komprehensif bahwa rupiah akan menguat hingga ke level terkuat 9.059 atau rata-rata Rp 9.185 (per USD) pada tahun ini," ujarnya.

Purbaya mengakui, beberapa faktor yang menekan rupiah saat ini adalah sentimen negatif terhadap memburuknya neraca pembayaran, khususnya current account atau neraca berjalan akibat perlambatan ekspor dan tumbuhnya impor. "Selain itu, intervensi dari BI kurang memadai sehingga rupiah terus turun," katanya.
Menurut Purbaya, sejak Juni 2012 nilai tukar rupiah mulai undervalued atau berada di bawah nilai fundamentalnya. Pada periode Juni 2012 realisasi nilai tukar rupiah berada di level Rp 9.480 per USD. Padahal, nilai fundamentalnya di kisaran Rp 9.292 per USD.

Lalu, pada September 2012 nilai tukar rupiah melemah ke Rp 9.588 per USD, jauh dari nilai fundamentalnya Rp 9.197 per USD. Pada November 2012 realisasi nilai tukar Rp 9.605 per USD dan nilai fundamental Rp 9.303 per USD. "Pada Januari hingga awal Februari (2013) juga masih undervalued," ucapnya.

Lantas, apa yang membuatnya yakin rupiah akan menguat? Purbaya menyebut, defisit neraca perdagangan saat ini lebih banyak disebabkan oleh pesatnya foreign direct investment (FDI/investasi asing langsung) sehingga memicu tingginya impor barang modal. "FDI diproyeksi akan terus masuk, itu akan memperkuat rupiah," katanya. (owi/c2/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gita : Utamakan Barang Buatan Dalam Negeri

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler