BI Halau Siklus Perlambatan Ekonomi

Jumat, 13 Januari 2012 – 04:04 WIB

JAKARTA - Bank Indonesia berpendapat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam pngelolaan makroekonomi secara keseluruhan. Bank sentral juga menilai kapasitas ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi sehingga masih akan terjauh dari potensi terjadi overheating.

Rapat Dewan Gubernur BI kemarin memutuskan menahan suku bunga acuan atau BI Rate di posisi 6,0 persen. Ini masih merupakan posisi BI Rate terendah yang bertahan sejak November 2011 lalu. Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan kebijakan counter-cyclical diperlukan untuk menghalau siklus perlambatan ekonomi yang menerpa dari perekonomian global.

"Kebijakan counter-cyclical tidak bisa tunggal. Ada makroprudensial, mikroprudensial, itu untuk meredam pengaruh perlambatan sehingga ekonomi kita tidak terhambat atau paling tidak perlambatannya menjadi berkurang," kata Darmin di kantornya, Kamis (12/1).

Darmin mengatakan kebijakan penurunan bunga acuan pada paro akhir tahun lalu, merupakan salah satu kebijakan?counter-cyclical. "Kita menciptakan situasi dimana tingkat bunga lebih rendah supaya kemudian lebih bisa mendorong melalui kredit sehingga pertumbuhan yang lebih baik," kata mantan Dirjen Pajak tersebut.

Dia menambahkan perekonomian Indonesia juga masih memiliki kapasitas yang cukup untuk tumbuh lebih tinggi. Ia mengatakan, semestinya Indonesia masih bisa tumbuh hingga 7 persen. Sehingga dengan kondisi sekarang, Indonesia masih jauh dari potensi overheating.

Perekonomian menjadi overheating apabila pertumbuhan ekonomi terakselerasi begitu cepat sehingga mengakibatkan inflasi yang terlalu mendaki. "Seandainya kita mampu mendorong pertumbuhan menjadi 7 persen, itu belum mendorong inflasi lebih cepat. Apalagi kalau nanti pembangunan infrastruktur lebih baik," kata Darmin.

BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini berada di posisi 6,5 persen. Sehingga sepanjang tahun ekonomi Indonesia akan tumbuh di lingkup 6,3 -6,7 persen.

Meski demikian, hal yang patut diwaspadai adalah overheating yang disebabkan pertumbuhan yang terlampau tinggi di sektor-sektor tertentu. Darmin mencontohkan pertumbuhan di sektor properti yang melesat dan disertai kredit yang mengucur lebih deras.

Namun, Darmin mengatakan hingga kini sektor properti masih belum bubble. "Sektor yang pertumbuhannya termasuk menonjol dan cepat itu adalah sektor properti tapi kita belum menganggap itu sudah bubble," katanya.

Pertumbuhan kredit juga masih moderat. "Kredit di Indonesia tumbuh 25-26 persen masih termasuk situasi yang normal-normal saja," kata Darmin.

Wakil Menkeu Anny Ratnawati mengatakan pihaknya akan terus bekerjasama dengan BI untuk mengantisipasi gejolak perekonomian dunia. "Kita punya regular meeting untuk lihat situasi makro, antisipasi fiskal, dan moneter. Dalam regular meeting data dibuka," kata Anny.(sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wapres : Sektor Pertanian Stagnan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler