jpnn.com - JAKARTA - Setelah mengeluarkan regulasi soal term deposit (TD) valas syariah, Bank Indonesia (BI) saat ini tengah menggodok peraturan baru tentang produk syariah berupa sukuk jangka pendek.
Tujuannya, mendorong pendalaman pasar keuangan syariah. Ada harapan dalam jangka panjang pasar keuangan syariah dapat berkontribusi terhadap stabilitas nilai tukar.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, saat ini pihaknya masih berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bentuk pendalaman pasar keuangan syariah. Pengembangan ini pun bakal berjalan secara bertahap.
BACA JUGA: Pembatasan BBM Tak Pengaruhi Inflasi
"Karena sifatnya yang khusus, kami sedang mengupayakan produk syariah ini ada yang bisa menggunakan sukuk jangka pendek," kata Hakim setelah halal bihalal di Gedung BI, kemarin (4/8).
Menurut Halim, sukuk jangka pendek tersebut nantinya memiliki beberapa variasi tenor. Yakni tiga dan enam bulan. "Yang penting untuk pengelolaan likuiditas. Ini yang sedang kami kembangkan," ujarnya.
Sebagaimana diwartakan, BI baru saja mengeluarkan peraturan BI (PBI) Nomor 16 Tahun 2014 tentang operasi moneter syariah.
TD valas syariah merupakan instrumen operasi moneter syariah BI yang pertama dalam denominasi valas. Penerbitan TD valas tersebut akan melengkapi outlet pengelolaan likuiditas di tengah belum berkembangnya instrumen valas syariah pada pasar uang syariah.
Secara umum poin-poin TD valas syariah misalnya menggunakan akad ju'alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (iwadh/ju'l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Kemudian dilakukan melalui mekanisme lelang, serta penerbitannya dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menambahkan, volume pasar syariah memang masih sangat tipis sekali. Namun, hal itu juga karena peran ekonomi syariah di dalam ekonomi Indonesia masih kecil dan berkembang.
BACA JUGA: Dahlan Minta BUMN Perbanyak Dana Litbang
"Kalau di Malaysia perbankan syariah sudah 25-30 persen dari ekonominya. Di kita masih di bawah 5 persen. Karena itu instrumen syariah harus dikembangkan," ungkapnya.
Saat ini, menurut dia, pemerintah sudah secara progresif memanfaatkan pasar syariah. Misalnya dengan penerbitan sukuk ritel. Sebaliknya, sukuk untuk obligasi korporasi masih dinilai kurang. Kendati, kata Mirza, peminat untuk sukuk cukup banyak.
"Kadang-kadang instrumennya kurang. Jadi kami dan OJK harus bekerja sama terkait issuer (penerbit) dan instrumennya," tuturnya. (gal/agm)
BACA JUGA: RNI Tolak Rencana Impor Gula Rafinasi
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kunjungan Turis Asing Cetak Rekor
Redaktur : Tim Redaksi