Biaya Kuliah di Indonesia Semakin Mahal

Jumat, 08 Maret 2013 – 07:00 WIB
JAKARTA - Pemerintah memiliki tugas berat dan mendesak untuk menurunkan biaya kuliah. Sebab dari sejumlah studi agen pengirim mahasiswa kuliah keluar negeri, biaya kuliah di Indonesia hampir sama bahkan lebih mahal dibanding negara maju sekalipun. Tak ayal eksodus kuliah ke luar negeri kian menggeliat.

Diantara agen pengirim mahasiswa kuliah ke luar negeri yang melansir hasil studi biaya pendidikan lintas negara adalah Go Deutschland. Lembaga atau agen ini khusus mengirim calon mahasiswa untuk tujuan kuliah ke Jerman.

Direktur Go Deutschland Annie Theodora mengatakan, saat ini ada ratusan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Jerman. Termasuk Rachma Rizqina M, anak Mendikbud Mohammad Nuh.

"Kuliah di luar negeri ternyata memang tidak semahal yang dibayangkan banyak orang," ujar Annie. Dia mengatakan jika kecenderungan kuliah di luar negeri adalah sedikit mahal di awal studi.

Tetapi setelah berjalan, jauh lebih murah. Khusus untuk di Jerman, kecuali negara bagian Bayern, biaya kuliah gratis. Mahasiswa cukup memikirkan untuk living cost dan akomodasi lainnya.

Marketing Go Deutschland Keke Azka menuturkan jika biaya kuliah di luar negeri, terutama di Jerman bisa lebih murah ketimbang kuliah di Indonesia. "Misalnya jika dibandingkan dengan di Universitas Indonesia atau kampus-kampus di Malaysia dan Singapura," ujar istri Wasekjen Golkar Lalu Mara Sastriawangsa.

Dari hasil studi Go Deutschland, Keke memperkirakan jika biaya kuliah di Universitas Indonesia mencapai Rp 7,5 juta per semester dan biaya akomodasi hingga Rp 165 juta.

Keke mengambil contoh di Universitas Indonesia karena menjadi barometer perkuliahan di Indonesia. Dia mengatakan biaya kuliah itu bisa semakin mahal untuk jurusan-jurusan eksakta, terutama Fakultas Kedokteran.

"Kasus ini berbeda dengan di luar negeri, juga di Jerman, biaya kuliah itu sama untuk semua jenis atau kelompok pengetahuan," katanya. Dari pantauan Keke, negara yang memberlakukan biaya kuliah berbeda untuk sejumlah jenis bidang keilmuan diantaranya adalah Malaysia.

Dari pengalaman menyekolahkan anaknya di Jerman saat ini, Keke mengatakan mahasiswa di Jerman memiliki banyak waktu untuk mencari uang secara mandiri. Rata-rata kampus di negeri Bavaria itu memberikan waktu sampai 20 jam per pekan untuk bekerja paruh waktu.

"Pekerjaan yang popular bagi mahasiswa asing di Jerman seperti penjaga toko, baby sitter, atau cuci piring di restoran," ujarnya.

Keke mengatakan tren biaya kuliah di Indonesia memang terus naik. Buntutnya jumlah mahasiswa Indonesia yang memilih kuliah di luar negeri semakin naik. Apalagi saat ini agen-agen penyalur mahasiswa untuk belajar di luar negeri terus menjamur, khususnya di kota-kota besar. Seperti di Jakarta dan Surabaya.

Di internal pemerintah, sejatinya sudah memikirkan tren biaya kuliah yang tinggi ini. Tetapi pemerintah juga tidak bisa membendung hak masyarakat kuliah di luar negeri. Mereka hanya berusaha terus menekan biaya kuliah dan memperbaiki kualitas pembelajaran di tanah air.

Mendikbud Mohammad Nuh sebelumnya mengatakan jika Kemendikbud akan menerapkan sistem uang kuliah tunggal (UKT). Dengan sistem ini, biaya kuliah hingga mahasiswa itu tamat bisa diketahui di awal. "Jadi jika uangnya tidak cukup di kampus A, bisa memilih di kampus B," kata Nuh.

Mantan rektor ITS itu menuturkan dengan sistem UKT ini biaya kuliah akan semakin murah. Sayangnya jadwal Kemendikbud melansir UKT pada akhir Februari lalu meleset. Hingga sekarang mereka terus menggodok UKT yang nantinya dilansir per program studi di semua PTN seluruh Indonesia itu. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Juni, Target Universitas Siliwangi Jadi Negeri

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler