jpnn.com, SEMARANG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah membuat sekolah virtual untuk menanggulangi angka anak putus sekolah di Jawa Tengah.
Sekolah virtual dibuka di dua tempat, yakni di SMAN 3 Brebes dan SMAN 1 Kemusu Boyolali.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: FPI Akan Demo, Ini Reaksi Ruhut, Ganjar tak Kecewa, KAMI Balik Mengancam
Peresmian sekolah virtual itu dilakukan secara daring oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo di ruang kerjanya, Selasa (13/10). Hadir dalam acara itu, sejumlah siswa yang mengikuti sekolah virtual beserta orang tua masing-masing.
Ganjar menerangkan, ide awal pembuatan sekolah virtual ini adalah untuk memberikan semua anak-anak kesempatan belajar.
Banyak anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah atau berhenti sekolah, karena alasan biaya.
"Maka kami buat konsep sekolah virtual ini, agar mereka yang tidak sekolah atau berhenti sekolah karena faktor ekonomi, tetap bisa sekolah dengan baik. Akan kami dampingi dan bantu mereka melanjutkan cita-citanya," ucapnya.
BACA JUGA: Pak Ganjar Undang Para Ketua BEM, Tetapi tak Ada yang Hadir, Ini Responsnya
Sekolah virtual di dua tempat itu diampu oleh sekolah negeri yang ada di sana, sehingga proses belajar mengajar yang didapat bisa tetap memenuhi standar pendidikan nasional. Masing-masing sekolah diikuti oleh 36 siswa.
"Harapannya, anak-anak ini bisa tetap belajar di rumah dengan sistem daring dan sekali-kali bisa tatap muka. Maka, mereka anak-anak yang punya cita-cita bagus, akan mendapatkan kesempatan," jelasnya.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Padmaningrum mengatakan, setidaknya ada 45.000 anak di Jawa Tengah yang tidak sekolah atau putus sekolah karena permasalahan biaya.
Untuk itu, sekolah virtual ini diharapkan bisa menjadi solusi atas persoalan itu. Ke depan, pihaknya akan terus membuka sekolah virtual ini di daerah-daerah pelosok dan tergolong miskin.
“Ini solusi agar anak-anak miskin yang tidak sekolah bisa tetap melanjutkan belajarnya dengan baik. Mereka yang ikut semuanya gratis, kami berikan fasilitas berupa handphone dan juga beasiswa," jelasnya.
Padma menjelaskan, sistem sekolah virtual sama dengan sekolah reguler. Mereka yang menjadi siswa sekolah virtual, juga akan tercatat dalam data Dapodik siswa. Mereka akan mendapatkan kurikulum yang sama, serta saat lulus juga mendapatkan ijazah yang diakui.
"Semuanya sama, dia masuk Dapodik siswa di sekolah yang mengampu itu. Prosesnya sama, lilusan juga berhak mendapat ijazah. Hanya saja metodenya sedikit berbeda, mereka banyak sekolah di dunia maya, dan sesekali dilakukan tatap muka," pungkasnya.
Kepada Ganjar, para siswa yang notabene adalah siswa kurang mampu sangat bersyukur dengan dibukanya sekolah virtual itu. Mereka yang mengatakan tidak bisa melanjutkan sekolah karena alasan ekonomi, akhirnya bisa melanjutkan cita-citanya.
"Bersyukur sekali dengan adanya sekolah virtual ini, saya jadi bisa kembali sekolah dan melanjutkan cita-cita. Kemarin tidak mendaftar SMA/SMK karena tidak punya biaya, bapak hanya petani yang penghasilannya tidak bisa diharapkan," kata Aprilia Lestari (15) salah satu siswa kelas virtual di SMAN 1 Kemusu Boyolali.
Hal senada disampaikan Yevi Nurfahmi (16) siswa sekolah virtual lain asal Brebes. Orang tua yang hanya bekerja sebagai asisten rumah tangga, membuat harapannya memperoleh pendidikan lebih tinggi pupus.
"Enggak daftar SMA karena faktor ekonomi, orang tua hanya bekerja sebagai ART. Senang sekali ada sekolah virtual ini, jadi saya bisa kembali sekolah. Saya ingin menjadi seorang penyanyi," ucapnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia