jpnn.com - Duta Energi Pertamina Billy Mambrasar menyampaikan kegelisahannya terkait ancaman krisis pupuk di Indonesia jika produksi gas alam stagnan.
Masalah itu disampaikan Billy dalam paparan tentang transisi energi, dalam Program Sekolah Energi Berdikari bersama dengan Pertamina, Kamis (30/1/2025) di SMPN 5 Bontang, Kota Bontang, Kalimantan Timur.
BACA JUGA: Pertamina Meluncurkan Diesel X, BBM Ramah Lingkungan Berstandar Euro V
Billy di hadapan ratusan pelajar sekolah itu menyampaikan bahwa kebutuhan pupuk Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 24 juta ton per tahun, sedangkan pada 2023 produksi pupuk dalam negeri hanya dapat memenuhi sekitar 14 juta ton dari jumlah tersebut sehingga ada kekurangan suplai.
Untuk memenuhi gap tersebut, kata Billy, pemerintah harus melakukan impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor pupuk pada 2023 mencapai 5,37 juta ton.
BACA JUGA: ART Berterima Kasih kepada Presiden yang Mengingatkan TNI-Polri soal Mandat Rakyat
Pria yang pernah didapuk Bappenas menjadi Duta Pembangunan Berkelanjutan Indonesia (2019-2024), itu mengatakan bahwa pupuk menjadi komoditas kritis untuk kesuksesan dua program utama Presiden Prabowo Subianto yang berkaitan dengan peningkatan produksi pertanian nasional seperti food estate dan Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kedua program tersebut menimbulkan kenaikan kebutuhan produksi pertanian secara signifikan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, yang juga berdampak pada kenaikan kebutuhan pupuk untuk produktivitas lahan pertanian yang telah ada atau yang akan dibuka nantinya.
BACA JUGA: Presiden Prabowo Ungkap Ciri Negara yang Gagal, Oalah
"Dalam mendukung program ketahanan pangan Prabowo Subianto, Indonesia perlu menambah produksi pupuk dengan memanfaatkan gas alam nasional sebagai bahan bakunya secara maksimal, agar kita dapat meningkatkan kebutuhan pupuk dari suplai dalam negeri dan mengurangi impor," ucap Billy.
Dia juga menyinggung pentingnya peran Kota Bontang yang memproduksi gas alam cair, yakni sekitar 31 persen dari total produksi gas alam nasional.
Bahan utama pembuatan pupuk adalah gas alam, dan industri pupuk menjadi sektor industri yang menggunakan input gas bumi paling besar dari dalam negeri.
Untuk sebuah pabrik pupuk, bahkan dapat menghabiskan biaya sebesar 58,48 persen dari total biaya produksinya hanya untuk membeli gas sebagai bahan bakunya.
Saat ini penggunaan gas yang diproduksi secara domestik untuk industri pupuk adalah sebesar 12,39 persen dari total produksi karena sebagian besar gas masih dibutuhkan untuk kebutuhan energi.
Atas kondisi itu, Billy yang pernah bekerja sebagai insinyur di Perusahaan Migas BP asal Inggris, menekankan potensi krisis dari suplai pupuk untuk pertanian nasional apabila suplai gas tidak diperkuat oleh pemerintah.
Menurut Billy, krisis pupuk akan terjadi apabila solusi strategis tidak dilakukan. Pada 2024 saja, Indonesia masih kekurangan 3,4 juta ton subsidi pupuk.
Subsidi pupuk dalam APBN mencapai Rp 40,68 Triliun untuk 7,3 juta ton dari total kebutuhan 10,7 juta ton. Namun, itu masih belum mencukupi kebutuhan nasional. Sementara, kebutuhan pangan, pupuk, dan energi akan terus meningkat seiring peningkatan populasi masyarakat.
"Pemerintah harus mengeluarkan strategi nasional untuk meningkatkan eksplorasi dan penambahan gas alam di Indonesia, seperti mengeluarkan kebijakan nasional yang memberikan insentif kepada pelaku usaha di sektor gas, untuk dapat melakukan eksplorasi dan produksi," tutur anggota Dewan Pakar Perhapi Indonesia itu.
Billy juga mendorong Kementerian ESDM dan SKK Migas dapat memberikan keleluasaan akses informasi dan data awal potensi migas di Indonesia, yang dapat membantu mitra swasta dari luar negeri untuk dapat berinvestasi, mengembangkan potensi lapangan gas alam.
Menurut Billy, impor gas alam harus jadi prioritas kedua, dan prioritas pertama adalah meningkatkan produksi gas alam dalam negeri untuk mengurangi beban penggunaan APBN untuk subsidi pupuk.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam