KEAJAIBAN menghampiri Chris James dan Robin Millar. Dua warga Inggris yang selama bertahun-tahun tidak bisa melihat tersebut mendapatkan kembali penglihatan mereka. Semua itu terjadi berkat sebuah microchip yang terpasang di balik bola mata dua penyandang tunanetra tersebut. Kini mereka bisa kembali menikmati indahnya warna-warni dunia.
James menyatakan detik-detik dirinya bisa melihat kembali itu sebagai magic moment. "Saya tidak tahu apa yang seharusnya saya harapkan. Tiba-tiba, ada berkas sinar di mata saya, seperti ada seseorang yang memotret saya dengan flash. Seketika itu, saya sadar bahwa saraf mata saya bekerja," ungkapnya, seperti dilansir Daily Mail pada Kamis waktu setempat (3/5).
Setelah sepuluh tahun buta, pria 54 tahun tersebut merasa sedikit bingung saat kali pertama menyaksikan cahaya kembali. Sebenarnya, dia sudah menjalani persiapan untuk mendapatkan kembali penglihatannya selama sekitar enam pekan terakhir. Tepatnya setelah dia menjalani operasi penempatan microchip di Oxford University Eye Hospital. Operasi itu berlangsung selama 10 jam.
Tiga pekan kemudian, setelah mata James dianggap mampu beradaptasi dengan microchip setebal wafer tersebut, tim dokter mengaktifkannya. Begitu microchip itu berada dalam posisi on, saraf-saraf mata James bekerja. Mata pria asal Wroughton, Wiltshire, tersebut mulai bereaksi terhadap cahaya. Perlahan, tetapi pasti, suami Janet itu bisa kembali melihat dengan utuh.
Microchip yang dilengkapi dengan 1.500 piksel sensitif tersebut berfungsi sebagai batang dan ujung fotoreseptor pada retina. Melalui microchip tersebut, mata James bisa kembali menerima berbagai rangsangan dan menerjemahkannya sebagai objek. Pada tes awal, dia dihadapkan pada sebuah piring dan cangkir putih yang diletakkan di depan latar hitam.
Awalnya, James mengalami kesulitan untuk menerjemahkan benda yang dia lihat. Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, dia bisa melihat bahwa di depan warna hitam itu terletak sebuah piring dan cangkir yang berwarna putih. "Otak saya membutuhkan waktu untuk menerjemahkan objek yang saya lihat. Lama-lama, saya bisa melihat lekukan dan bentuk objek tersebut," katanya dengan riang.
Pengalaman yang tidak jauh berbeda dialami Millar. Salah seorang produser musik tersukses di Inggris tersebut sudah bertahun-tahun mendambakan kembalinya penglihatannya. Karena retinitis pigmentosa, kondisi yang juga dialami James, pria 60 tahun tersebut terpaksa kehilangan penglihatannya selama 25 tahun. Berkat microchip yang terpasang di balik bola matanya, kini dia bisa kembali melihat.
"Sejak microchip itu diaktifkan, saya bisa mendeteksi cahaya dan mulai membedakan bentuk beberapa objek. Sudah 25 tahun saya bermimpi untuk menyaksikan pemandangan warna-warni tersebut. Kini otak saya yang tertidur pun bangun kembali," papar salah seorang tim kreatif di balik album Diamond Life milik band Sade tersebut. Dia berharap, teknologi itu bisa membantu lebih banyak orang.
Tim Jackson, konsultan bedah retinal di King"s College Hospital, menyambut baik reaksi James dan Millar pasca pengaktifan microchip pada mata mereka. Dia yakin, microchip tersebut bisa mengambil alih fungsi fotoreseptor pada retina para penderita retinitis pigmentosa. "Ini capaian yang luar biasa. Kami tidak menyangka, mereka akan langsung bisa melihat," ujarnya.
Jackson dan rekannya, Robert MacLaren, tidak berani menjanjikan bahwa James dan Millar akan langsung bisa melihat begitu tombol on diaktifkan. "Ini jauh lebih bagus daripada yang kami bayangkan," kata MacLaren yang tercatat sebagai profesor ophthalmology di University of Oxford sekaligus konsultan bedah retina di Oxford Eye Hospital.
Keberhasilan yang dialami James dan Millar memberikan harapan kepada sekitar 20.000 warga Inggris lainnya yang juga menderita retinitis pigmentosa. Dalam waktu dekat akan ada sepuluh pasien lainnya yang bakal mengalami keajaiban yang sama dengan James dan Millar. Tidak lama lagi, pasien-pasien retinitis pigmentosa di Jerman dan Tiongkok akan segera menyusul. (dailymail/hep/c12/ami)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rajin Menonton TV, Anak Malas Belajar
Redaktur : Tim Redaksi