SELAMA 14 tahun sejak 1998 bekerja bareng Profesor Philip Kotler, saya belum pernah mendapat e-mail yang begitu panjang darinya. Kali itu Kotler ingin menceritakan surprise-nya tentang kunjungannya ke Arab Saudi. Itu berkaitan dengan undangan untuk bicara Marketing 3.0 : From Product to Customer to Human Spirit di sana. Semula dia ragu menerima undangan itu, tapi akhirnya pergi juga karena saya dorong terus.
Saya katakan bahwa saya sudah berseminar Marketing di Hilton, Jedah. Di Forum itu peserta perempuan dipisah oleh kaca satu arah dari peserta laki-laki. Tapi, karena saya pengajar, saya boleh mendekati kelompok laki-laki maupun perempuan.
Hasanuddin, ex chief executive MarkPlus Insight, pun pernah ditegur karena mengambil foto saya bersama-sama peserta perempuan. Tapi, situasi berubah setelah mereka mendengarkan ceramah saya dua hari kemudian. Saya malah diajak berfotoria oleh seluruh peserta.
Ceritera itu tidak saya sampaikan kepada Philip Kotler supaya dia tidak "takut" dan tetap ke Arab Saudi. Nah, e-mail panjang itu dia kirim setelah berbicara tentang Marketing 3.0 di sana.
Kotler ternyata diundang makan malam oleh anggota keluarga Osama, yaitu Muhammad bin Laden, keluarga pemilik perusahaan konstruksi terbesar di Arab Saudi.
"Professor, I like your concept so much. This is in line with Islamic Teaching. Please use it to market PEACE," katanya menirukan Muhammad bin Laden.
Tentu saja Kotler tidak menduga akan ada pernyataan seperti itu di Jedah. Karena itu, dia lantas meminta penjelasan kepada saya yang lebih detail dan mendasar. Akhirnya saya menjawab lewat e-mail yang lebih panjang lagi supaya dia tidak salah mengerti.
Pertama, saya ingatkan bahwa saya seorang Katolik yang tinggal di Indonesia. Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Tapi, Indonesia bukan negara Islam, tapi Pancasila.
Kedua, saya sudah biasa keluar masuk pesantren dan punya banyak teman dekat muslim. Saya juga menulis dua buku bersama Aa Gym yang sangat terkenal di semua kalangan.
Ketiga, saya ceritakan bahwa MarkPlus Inc adalah konsultan resmi Bank Indonesia untuk merumuskan grand design bank syariah di Indonesia. Waktu itu saya juga menjadi satu-satunya orang nonmuslim di Dewan Syariah Indonesia bentukan Bank Indonesia.
Selanjutnya, saya juga paparkan bahwa satu-satunya Nabi yang sukses berdagang adalah Nabi Muhammad SAW. Saya juga menceritakan bahwa Nabi melarang umat Islam berbuat curang dalam timbangan. Termasuk tidak boleh menyembunyikan kayu basah di bawah kayu kering yang sedang dijual. "Bisnis itu harus jujur dulu. Profit itu adalah bonusnya," kata saya. Jadi, itulah yang membuat Marketing 3.0 yang juga diterjemahkan ke bahasa Arab dan bisa diterima begitu luas di Timur Tengah.
Tradisi di Arab, perempuan tidak dibolehkan mengemudikan mobil sendiri. Tapi, dari pembicaraan informal saya, terutama dengan kalangan muda, saya yakin bahwa perempuan akan bisa mengambil peran lebih banyak.
Bukankah di zaman Nabi Muhammad SAW perempuan juga diajak maju ke medan perang?
Bank syariah yang sekarang lebih ikonik sebagai IB atau Islamic banking juga men-support hal itu.
Saya ceriterakan kepada Kotler bahwa grand design IB yang diusulkan dan disetujui Prof Budiono, gubernur Bank Indonesia waktu itu, memang lebih "me-refer" kepada nilai-nilai Al-Amin itu sendiri, bukan kepada simbol-simbol agama.
Dari hasil survei MarkPlus Insight juga ditemukan bahwa umat muslim di Indonesia tidak akan mau menjadi nasabah IB hanya karena faktor agama semata. Tuntutannya, agar ada pelayanan yang bagus, bahkan kalau bisa lebih bagus daripada bank konvensional.
Tapi lebih dari itu, yang ingin dirasakan adalah nilai-nilai kejujuran, antara lain, dalam bentuk profit-sharing yang dilaksanakan secara transparan.
Jadi IB pun baru berhasil kalau tidak sekadar menjual produk syariah (1.0) atau memberikan pelayanan yang bersifat islami (2.0), tapi harus sampai pelaksanaan dari ajaran Nabi Muhammad SAW yang Al-Amin (3.0).
Kalau sudah begitu, nasabah nonmuslim pun senang bertransaksi dengan IB. Bahkan, Bank Mega Syariah Cabang Surabaya dipimpin orang keturunan Tionghoa Katolik. Nasabahnya juga 80 persen nonmuslim.
Warna korporat IB pun tidak terbatas hijau, tapi warna-warni. Dan dalam tiga tahun terakhir, perkembangan IB maju pesat walaupun proporsinya masih sebesar yang konvensional.
Saya lega setelah menulis e-mail balasan seperti itu kepada Philip Kotler. Sebab, dia sekarang menjadi lebih mengerti tentang Islam.
Di banyak kesempatan saya juga sering sampaikan bahwa Marketing 3.0 itu inspirasinya berasal dari nilai-nilai marketing-nya Nabi Muhammad SAW.
Para marketer, siapa pun dia, tentu bisa mempelajari dan mempraktikannya.
Bagaimana pendapat Anda?(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis Dorong Eropa ke Jurang Resesi
Redaktur : Tim Redaksi