Bisnis Koran Tertekan, Tapi Bukan Berarti Akan Mati

Kamis, 02 November 2017 – 07:33 WIB
Dahlan Iskan. Foto: Chandra Satwika/Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Serikat Perusahaan Pers (SPS) menggelar diskusi membahas nasib bisnis pers di masa depan, di Harris Hotel & Convention, Surabaya, tadi malam (1/11).

Tiga pelaku dan pengamat media berbicara di forum tersebut. Yakni, Presdir PT Jurnalindo Aksara Grafika (penerbit Bisnis Indonesia) Lulu Terianto, Director Product Leader Consumer & Media View Nielsen Australia Brian Christopher, dan Ketua Umum SPS yang juga founder Jawa Pos Group Dahlan Iskan.

BACA JUGA: Inilah Pesan Jokowi saat Bertemu Pimpinan Jawa Pos Group

Brian mendapat kesempatan pertama berbicara. Dia mengulas kondisi media di Australia. Dia mengakui, media cetak memang mengalami penurunan.

Posisinya di bawah media online dan televisi. ”Itu realita dan sekarang saya bertanya mengapa harus koran,” kata Christopher di depan anggota SPS, praktisi, dan pengamat media.

BACA JUGA: Selamat Datang Hu, Bye Bye Sun

Materi yang dipaparkan Brian tidak menyinggung jalan keluar atas kondisi bisnis media cetak yang kian turun. Dia justru ingin mendengar alasan-alasan mengapa bisnis koran itu masih harus ada.

Pertanyaan tersebut djawab Lulu Terianto. Dia mengungkapkan, perilaku konsumen media di Australia berbeda dengan Indonesia.

BACA JUGA: Angpao pun Dikirim dengan WeChat

Peran digital di Indonesia tidak semaju di Australia. ”Di Indonesia, koran dan radio masih dibutuhkan,” katanya.

Menurut dia, kondisi bisnis koran yang lesu tak otomatis akan mematikan koran. Semua bergantung pada pelaku bisnis tersebut. ”Sebab, kualitas adalah kunci untuk bertahan,” ucap dia.

Lulu mengatakan, media akan tetap menarik apabila menyajikan komunikasi dua arah. Media sosial selama ini melakukan strategi itu.

Dia lantas menyebut Facebook, yang memungkinkan pengguna dan orang lain bisa berkomunikasi dalam sebuah forum. Artinya, ada komunikasi dua arah sehingga menarik perhatian.

Nah, hampir semua media online belum melakukan itu. Lulu yakin, selama komunikasi yang diterapkan media online masih satu arah, umurnya tidak panjang.

Demikian halnya dengan koran. ”Harus mewujudkan komunikasi dua arah,” ungkap Lulu.

Dahlan sebagai pembicara terakhir setuju dengan informasi yang disampaikan Brian dan pernyataan Lulu. Koran memang sedang dalam kondisi tertekan. ”Tapi tidak bisa diartikan akan mati,” katanya.

Dia mengatakan 25 tahun lalu pernah mengucap bahwa nanti hanya ada satu koran di daerah atau di bidangnya.

Misalnya, Bisnis Indonesia yang kuat di bidang ekonomi. Koran ini, kata Dahlan, memiliki keunggulan dalam bidang akurasi angka. ”Salah angka, pengusaha tidak akan percaya. Nah, biar Bisnis Indonesia menguasai bidang itu,” jelas dia.

Dahlan juga menyebut Kompas. Sejak dahulu dia menyarankan Kompas menjadi koran Jakarta. Sebab, media tersebut sangat kuat dengan Jakarta. ”Tapi, pernyataan itu sempat disalahartikan,” kata Dahlan yang disambut tawa audiens.

Lalu, Jawa Pos dengan pangsa pasar Surabaya dan sekitarnya. Bidang itulah yang digagas sehingga koran tetap bertahan. Nanti jumlah koran itu tidak banyak. ”Kecil, tapi mentes,” ucap dia.

Forum diskusi tersebut diikuti puluhan pengusaha pers dari berbagai daerah di Indonesia. Turut hadir praktisi dan akademisi kampus se-Indonesia.

Pada kesempatan itu, SPS menyerahkan sertifikat verifikasi kepada beberapa media.

Kemudian, ada penyerahan penghargaan kepada penerima Indonesia Media Research Awards & Summit (IMRAS) 2017. (riq/c10/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hitam dan Keriting Berbahasa Mandarin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler