“Selama ini kami telah berusaha melakukan sosialisasi terhadap pedagang agar tidak menjual satwa langka. Hal ini tidak diperbolehkan dan sudah ada ketentuan hukumnya,” ujar Edi Sofyan, kepala urusan perlindungan hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel, usai rapat tertutup di Pemprov Sumsel, Jumat (15/3).
Rapat sendiri membahas khusus maraknya perdagangan hewan ilegal yang seharusnya dilindungi. “Sebagai upaya menyikapi maraknya perdagangan satwa langka yang makin marak terjadi, pemprov dan kami (BKSDA) bersama-sama akan mengantisipasi persoalan ini,” imbuhnya.
Selain terus sosialisasi, akan ada surat edaran Gubernur Sumsel kepada para pedagang satwa untuk semua daerah di Sumsel. Mengacu pada aturan hukum yang ada, bukan hanya jual beli satwa langka yang dilarang. Tapi juga memelihara, memiliki, menyimpan, melukai, dan membunuh hewan tersebut.
“Semua perbuatan itu dikenakan pasal pidana yang sama UU No 5/1990, pasal 21 dan pasal 40. Pidananya maksimal lima tahun kurungan atau denda Rp100 juta,” beber Edi.
Di Sumsel, satwa langka yang paling banyak dibisniskan seperti siamang, jenis primata, kera ekor panjang, burung elang, dan burung paru bengkok. “Walaupun sudah dilakukan sosialisasi secara rutin setiap minggu, tapi masih ada saja pedagang nakal. Mungkin karena banyaknya permintaan dari konsumen serta tingginya harga jual sehingga mereka nekat,” cetusnya.
Hewan-hewan langka itu didatangkan dari beberapa daerah di Sumsel, seperti Banyuasin, Muba, dan Lubuklinggau. Edi mengatakan, sudah ada beberapa pedagang yang menerima sanksi dan ditahan pihak kepolisian, serta dilakukan penyitaan hewan untuk memberikan efek jera bagi yang lain. “Sekarang ini, ada 221 jenis hewan dilindungi karena terancam punah,” pungkasnya. (cj6/ce1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 1.000 Pegawai Puskesmas Belum Terima Dana Insentif
Redaktur : Tim Redaksi