jpnn.com, JAKARTA - Kasus stunting atau masalah pertumbuhan pada anak masih menjadi permasalahan serius yang dihadapi Indonesia.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo memaparkan tiga penyebab langsung terjadinya stunting.
Di antaranya yakni karena asupan gizi yang kurang, masalah kesehatan ibu, dan pola asuh yang tidak baik.
“Penyebab utamanya itu asupan gizi yang kurang secara kronis terus menerus dan jangka panjang, (ibunya) sering sakit-sakitan, dan (pola) asuhannya tidak baik. Ibu hamil yang tidak sehat, anemia, kekurangan vitamin D, kekurangan asam folat itu peluang anaknya stunting jadi lebih besar,” ungkap Hasto.
BACA JUGA: Khusus Dewasa: Kiat Nyaman Bercinta dengan Si Penis Besar
"Begitu juga ibu hamil yang terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering hamil, terlalu banyak anaknya, ini juga menjadikan faktor stunting," imbuhnya.
Selain penyebab langsung, Hasto juga menjelaskan penyebab tidak langsung stunting yaitu lingkungan yang buruk seperti rumah yang tidak higienis, sanitasi air kurang baik, minim air bersih, dan jamban yang kurang layak.
BACA JUGA: Atasi Bibir Kering dan Pecah-pecah Selama Puasa dengan NACIFIC
Menurut Hasto, kondisi lingkungan yang tidak higienis menimbulkan berbagai penyakit seperti Tuberkulosis (TBC), yang akan menghambat pertumbuhan berat dan tinggi badan anak.
“Minimnya air bersih membuat anak mudah sakit karena lingkungannya tidak sehat. Kemudian jambannya tidak ada, jadi buang air besar sembarangan membuat lingkungan tercemar. Selain itu imunisasi yang tidak sempurna juga membuat anak mudah sakit sehingga terjadi stunting,” jelasnya.
Oleh karena itu, persoalan stunting harus diatasi secara serius mengingat sekitar 2-3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto atau PDB 'hilang' per tahunnya akibat stunting.
Hal ini disebabkan stunting juga berisiko menurunkan kualitas sumber daya manusia suatu negara.
Hasto menjelaskan sangat diperlukan mengubah perilaku dan mindset masyarakat mengenai pencegahan stunting, khususnya keluarga muda yang akan program hamil.
Banyak masyarakat yang masih mengesampingkan perilaku pencegahan stunting, seperti tidak melakukan prakonsepsi atau perawatan sebelum terjadi kehamilan.
“Ini soal perilaku dan mindset. Misalkan dia punya makanan tapi memberi makanannya tidak bagus, hanya dikasih mie, padahal punya ikan, punya telur. Dan mereka yang kesadaran imunisasinya rendah padahal imunisasi dasar itu gratis di puskesmas. (Perilaku) Ini (semua) berisiko stunting,” papar Hasto.
Untuk mengatasi permasalahan stunting, BKKBN sebagai Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional melakukan berbagai upaya.
BKKBN merencanakan program konvergensi yang memungkinkan sinergisitas antar kementerian dan lembaga terkait.
Upaya ini merupakan langkah nyata mewujudkan program pemerintah yang menargetkan angka stunting turun menjadi 14% pada 2024.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy