Black Box Diduga Di Dasar Jurang

Sulit Baca Data Kalau Made in Rusia

Senin, 14 Mei 2012 – 07:22 WIB

JAKARTA - Keinginan Komite Nasional Keselamatan Transmigrasi (KNKT) untuk memeriksa black box pesawat Sukhoi Super Jet (SSJ) 100 di Indonesia bakal menemui jalan buntu. Sebab, alat perekam yang aslinya berwarna oranye tersebut ternyata made in Rusia. Sedangkan kemampuan alat milik KNKT terbatas pada black box buatan Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara eropa selain Rusia.

Konsultan bisnis PT Trimarga Rekatama, Sunaryo mengatakan kalau black box tersebut dibuat oleh pabriknya Sukhoi sendiri. Artinya, kalau pesawat itu bikinan Rusia maka alat tersebut juga di produksi disana. "Umumnya memang sesuai dengan pabrikannya," ujarnya pada Jawa Pos kemarin.

Dia memastikan itu karena pihaknya sudah memegang detail dari pesawat seharga USD 30 juta itu. Meski mengaku belum tahu pasti bentuk black box di SSJ100 seperti apa, dia memastikan kalau itu buatan Rusia. Dia yakin betul karena mengaku sudah berpengalaman selama 35 tahun dibidang pesawat.

Kalau black box tersebut harus diterbangkan ke Rusia, tentu saja bakal mengecewakan banyak pihak. Sebab, Menteri Perhubungan E.E Mangindaan di Halim Perdanakusuma mengatakan kalau alat tersebut diperiksa di Indonesia saja. "Diusahakan disini karena mereka mau terbuka," katanya.

Menhub tidak menghkawatirkan kendala bahasa karena itu bisa diatasi dengan penerjemah. Dia hanya was-was kalau black box tersebut mengalami kerusakan dan tidak terbaca atau dikenali software dan hardware Indonesia. Apalagi, duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander Ilanov juga menyampaikan pernyataan serupa.

Memang, saat jumpa pers di bandara Halim Jum"at (11/5) Ilanov mengatakan kalau tim investigasi Rusia dibawah komando KNKT dan Basarnas. Dia menegaskan bakal ada terbuka terkait tragedi joy flight SSJ100. Untuk black box Ilanov menegaskan bakal diperiksa di Indonesia untuk transparansi.

Namun, peneliti laboratorium perekam penerbangan (flight recorder laboratory) KNKT Nugraha Budi mengatakan, memang benar pihaknya belum pernah menangani black box dari pabrikan Rusia. Selama ini, KNKT hanya menyelidiki beberapa merek umum black box seperti merek L3 dan Honeywell dari Amerika dan SFIM Perancis.

Itulah kenapa, pria kelahiran Malang 25 Juli 1960 itu tidak mau gegabah mengatakan dirinya bisa seratus persen menguak isi black box. Yang masih menjadi pertanyaannya, apa merek dan dari mana pabrikan black box yang terpasang di SSJ 100. "Kalau buatan Rusia saya kurang tahu," katanya.

Setiap merek tersebut harus dianalisa menggunakan software khusus yang juga dikeluarkan pabrikan tersebut. Jadi, memang sulit jika nanti ternyata black box tersebut buatan Rusia sebab KNKT belum memiliki software khusus untuk membaca kotak hitam dari Rusia.

Meski begitu, lanjutnya, belum tentu pesawat buatan Rusia menggunakan black box buatan Rusia. Bisa saja, pesawat pabrikan Rusia memanfaatkan black box buatan AS atau negara lainnya. "Kalau dari yang saya baca, SSJ 100 ini perangkat avionic-nya kebanyakan buatan negara lain," ujar lulusan Course of Flight Data Recorder dan Course of Cockpit Voice Recorder, Loral-Fairchild, Florida, Amerika Serikat itu.

Meski begitu, Nugraha tidak tak mau berspekulasi dan mengira-ngira dari mana black box tersebut. "Lebih baik saya menunggu tim yang ada di lapangan," imbuhnya.

Saat ditanya apakah ada kemungkinan black box tersebut akan dibawa ke Rusia apabila benar-benar berasal dari pabrikan di sana, Nugraha pun menyerahkan hal tersebut kepada pihak yang berwenang. Menurutnya, dia tidak memiliki kapasitas untuk menjawab hal tersebut. Tapi Nugroho sangat menginginkan KNKT yang meneliti black box tersebut.

Menurutnya, jika diteliti di Indonesia, maka waktu yang dibutuhkan sangat singkat. Kemungkinan hanya memakan waktu beberapa minggu. Namun jika diteliti di negara lain, maka hampir dipastikan waktu yang dibutuhkan cukup lama. Bahkan hingga berbulan-bulan. Meski diteliti di luar negeri, aturannya harus ada pihak Indonesia yang ikut dalam penelitian tersebut.

Dalam black box memang ada dua perangkat. Yakni FDR (flight data recorder) dan CVR (cockpit voice recorder). FDR berisi soal data-data tentang perilaku pesawat. Misalnya belokan-belokan, arah terbang, kecepatan, ketinggian dan getaran. Sedangkan CVR fungsinya adalah merekam apapun pembicaraan yang ada di pesawat.

Menurut Nugraha, proses download data FDR dan CVR cukup mudah. Cukup mencolokkan kabel data seperti yang ada di komputer ke blackbox. Komputer pertama memiliki kapasitas penyimpanan besar yang berguna untuk mengunduh data.

Prosesnya paling lama 30 menit. Data tersebut selanjutnya ditransfer ke komputer kedua yang memiliki software tingkat tinggi untuk menganalisis grafik dan suara. "Untuk menganalisis, minimal butuh 2-3 hari. Tapi, proses konfirmasi ke vendor blackbox memakan waktu cukup lama," suami Prima Hari Nastiti tersebut.

Berdasar aturan internasional, proses observasi blackbox itu diberi waktu minimal enam bulan. Sebabnya, banyak hal yang harus di-cross check dengan vendor pembuat blackbox. Misalnya, mengenai rumus-rumus penulisan datanya. "Itu perlu komunikasi via e-mail dan telepon, karena tiap pesawat berbeda. Begitu datang, informasi tersebut baru dicocokkan dengan data yang ada. Formatnya yang harus disesuaikan. Bukan karena software di sini yang kurang bagus," ucapnya.

Kalau sampai di luar negeri kemungkinan besar bakal memakan waktu lama. Seperti saat black box pesawat Boeing 737-400 Adam Air yang jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat, pada 1 Januari 2007. Alat tersebut di periksa di Amerika Serikat dan butuh waktu sedikitnya empat bulan.

Nah, kepastian apa merk yang digunakan SSJ100 dan kepastian bisa tidaknya KNKT membaca isi data tersebut tergantung temuan tim pencari. Kalau kotak tersebut bisa diambil dan di cek di kantor KNKT, semua teka-teki bakal terjawab.

Saat dihubungi Jawa Pos, Kepala KNKT Marsda (Pur) Tatang Kurniadi mengatakan black box sudah terlihat. Namun, belum bisa diangkat karena cuaca memburuk. Selain itu, cukup rawan kalau dipaksa diambil saat ini karena berada di tebing yang menjadi lokasi kecelakaan.

"Sudah terlihat black boxnya," katanya. Sedangkan untuk proses selanjutnya, Tatang mengatakan tetap dicoba dibawa KNKT terlebih dahulu. Hal itu sesuai dengan tiga kesepakatan antara KNKT Rusia dengan Rusia. Salah satunya, black box akan di serahkan ke KNKT oleh Basarnas.

Bagaimana kalau tim Rusia dulu yang menemukan" Tatang mengatakan tidak masalah. Sebab isi kesepakatan mengharuskan penemu langsung menyerahkan kotak hitam itu ke Basarnas. Selanjutnya, baru diserahkan ke tim KNKT yang dipimpinnya.

Dua kesepakatan lain adalah kinerja operasi helikopter Rusia di bawah kendali Lanud Atang Sanjaya, Bogor. Sebelumnya, pihak Rusia sempat ngotot untuk ikut menerbangkan helikopter yang mereka bawa dari Rusia dengan pesawat Ilhyusin 76. Namun, dilarang karena ukuran helikopter tersebut terlalu kecil dan dianggap berbahaya.

"Untuk kepentingan keselamatan saja," tegas Tatang. Poin terakhir adalah, kendali evakuasi tim Rusia berada di bawah Badan SAR Nasional. Menurutnya, itu penting supaya segala gerakan yang dilakukan oleh mereka diketahui Basarnas.

Kalau memang benar itu black box, tentu menjadi kemajuan besar. Sebab, kemarin pagi Kabasarnas Marsekal Madya Daryatmo mengatakan kalau timnya belum mendapat petunjuk keberadaan black box. Dugaannya, alat itu ada didasar jurang sedalam 250 meter.

Saat itu dia menjelaskan kalau posisi tim ada di 150 meter jurang. Namun, dia menegaskan kalau fokus tim SAR adalah menemukan jenazah terlebih dahulu. Urusan black box bisa dikerjakan lebih dulu oleh tim dari Rusia yang sudah datang beberapa hari lalu.

Bukan tanpa alasan dia menyebut kenapa benda tersebut kemungkinan besar bisa ditemui di dasar jurang. Sebab, Daryatmo berkeyakinan kalau black box ada ekor pesawat. Bangkai ekor sendiri sudah dipastikan berada di dasar jurang. (dim/kuh)
BACA ARTIKEL LAINNYA... E-KTP Bakal Jadi Proyek Abadi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler