Blusukan Desa, Muhaimin Tidur di Rumah Transmigran

Selasa, 03 April 2012 – 11:56 WIB
Menakertrans Muhaimin Iskandar, saat melakukan dialog dengan siswa SD dalam kunjungan kerjanya ke Kalimantan Barat. Foto: Nicha/jpnn

Guna memastikan efektifnya suatu pogram yang dijalankan, memang harus langsung terjun ke lapangan untuk meninjau langsung. Hal ini dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar yang meninjau jalannya program transmigrasi di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Minggu (1/4). Dalam kunjungannya kali ini, Muhaimin ingin melihat hasil perkembangan program transmigrasi yang dimulai sejak tahun 1980-an.

NICHA RATNASARI - JPNN

Dengan didampingi sang istri, Rustini Murtadho, Menakertrans Muhaimin Iskandar mendarat di Bandara Supadio, Pontianak , Kalimantan Barat (Kalbar), Minggu (1/4). Setibanya di Pontianak sekitar pukul 8.00 WIB, Muhaimin langsung menghadiri beberapa acara yang terkait dengan Kemenakertrans dan juga partai politik yang dipimpinnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sekitar pukul 16.30 WIB, Muhaimin beserta rombongan dari Kemenakertrans langsung menuju Kabupaten Sanggau yang harus ditempuh dalam waktu kurang lebih 5 jam dari kota Pontianak. Kabupaten Sanggau, Desa Suka Mulya merupakan salah satu wilayah transmigrasi yang didirikan sejak tahun 1980 dan saat ini terdiri dari 707 Kepala Keluarga (KK) dan 2.713 jiwa.

Ketika tiba di Kabupaten Sanggau pukul 21.30 WIB, Muhaimin dan rombongan disambut oleh Bupati Sanggau, Satimen H Sudin dan juga beberapa pejabat daerah lainnya. Muhaimin dan rombongan langsung diajak menuju salah satu rumah warga yang memang telah disiapkan oleh panitia sebagai tempat rujukan rombongan untuk makan malam.

Di tempat tersebut, makan malam yang disajikan pun juga nampak sederhana. Muhaimin terlihat begitu menikmati. Akan tetapi, Muhaimin tak berlama-lama di tempat tersebut karena langsung menuju kediaman Dasuki (63), salah seorang transmigran yang sudah tinggal di Sanggau sejak tahun 1980. Kediaman Dasuki itulah yang menjadi tempat Muhaimin untuk menginap. Muhaimin dan rombongan sempat berbincang-bincang cukup lama dengan anggota keluarga Dasuki dan juga para warga sekitar.

Muhaimin yang malam itu mengenakan pakaian koko putih lengkap dengan kopiahnya, nampak begitu santai bercengkerama dengan Dasuki dan juga para warga. “Bapak asalnya dari mana?” tanya Muhaimin dengan menggunakan bahasa Jawa halus kepada Dasuki.  Dasuki pun menjawab “Saya aslinya dari Kendal, Pak,”.

Dasuki juga menceritakan bahwa dulunya ia datang ke Sanggau dengan berangkat dari Semarang ke Pontianak dengan menggunakan kapal laut. Setibanya di Pontianak, Dasuki harus menuju Sanggau dengan menggunkan bus. “Dulu di wilayah ini masih penuh dengan ilalang dan kebun untuk menanam macam-macam. Bahkan, bangunan rumah saya ini dulu hanya dibangun dengan kayyu-kayu” ujar Dasuki.

Cerita Dasuki tersebut juga turut ditanggapi oleh Bupati Sanggau, Satimen H Sudin yang mengatakan, para transmigran pada saat itu datang ke Sanggau diberikan jaminan hidup selama tahu tahun. Sehingga, para transmigran juga diberi kesempatan untuk bercocok tanam yang hasilnya dapat dijual sebagai pendapatan mereka.

“Namun sayangnya, sangat sulit akses transportasi dari kebun ke tempat penjualan. Maka tak jarang hasil kebun tidak dipanen karena tidak ada alat transportasi yang bisa mengangkut,” imbuh Satimen.

Satimen mengeluhkan, akses transportasi di Sanggau hingga saat ini memang masih memprihantinkan walaupun bisa dikatakan lebih baik dibandingkan dengan kabupaten lainnya. “Akses trans Kalimantan dan kondisi jalannya memang belum maksimal. Bahkan, aspalnya juga sangat terbatas sehingga kualitasnya jauh dari layak,” keluh Satimen.

Mendengar keluhan Satimen tersebut, secara tiba-tiba Cak Imin—sapaan akrab Muhaimin langsung menimpali. “Ya memang, jalanan trans paling bagus hanya trans Jakarta,” serunya yang langsung disertai tawa dari seluruh warga.

Namun, Cak Imin juga mengatakan, program transmigrasi yang dijalankan pemerintah sejak puluhan tahun lalu memang merupakan program nekat. “Mengapa kita bilang nekat? Karena sudah anggarannya terbatas, fasilitasnya apa adanya, tapi pemerintah berani membuka lahan yang akhirnya jadi berkembang seperti saat ini. Ini lumayan sekali,” ujar Cak Imin.

Setelah berbincang dan bergurau bersama, akhirnya Cak Imin berpamitan untuk istirahat. Sukesi, istri Dasuki pun langsung mengajak Cak Imin dan istri menuju kamar tidurnya yang merupakan kamar Dasuki-Sukesi. “Maaf ya Pak, Bu,..kamarnya adanya seperti ini,” tutur Sukesi. “Tidak apa-apa ibu. Terima kasih,” lanjut Rustini.

Keesokan paginya, Senin (2/4), sekitar pukul 06.00 WIB, Muhaimin yang mengenakan polo shirt hitam bergaris putih dan celana training nampak didampingi sang istri yang mengenakan pakaian senada. Mereka berdua didampingi beberapa pejabat Kemenakertrans lainnya berkeliling desa dengan berjalan kaki. Sampai akhirnya, Muhaimin mengunjungi salah satu sekolah yang ada di desa Suka Mulya. Di sekolah tersebut, Muhaimin menyapa dan menasehati para siswa siswi yang tengah berkumpul dan berbaris di lapangan.

“Kamu kelas berapa?” tanya Muhaimin kepada seorang siswi. “ Kelas 6” jawab si siswi tersebut. “Wah, berarti sebentar lagi masuk SMP ya? Kamu belajar yang tekun ya. Kamu mengaji juga nggak? Jangan lupa mengaji juga ya,” imbuh Muhaimin.

Seusai bertemu dan menyapa para siswa siswi di sekolah, Muhaimin beserta rombongan kembali ke rumah Dasuki untuk mandi dan bersia-siap menghadiri beberapa acara lainnya dan kemudian kembali ke kota Pontianak.

Sebelum bertolak ke kota Pontianak, Muhaimin sempat menceritakan tentang kisahnya bermalam di rumah Dasuki kepada JPNN. “ Alhamdulillah, saya tadi malam bisa menginap di sini. Keramahan mereka sunggu luar biasa, kami juga bisa ikut merasakan bagaimana dulu pahitnya mereka yang hanya tinggal di sebuah rumah yang hanya disusun dari kayu-kayu bulat. Tapi sekarang sudah bisa membangun rumah sebagus ini. Saya ikut senang dan bersyukur,” jelas Muhaimin.

Muhaimin mengakui, dirinya bukan baru kali ini menginap atau mengunjungi rumah warga transmigran. Tetapi, juga pernah mengunjungi warga transmigran di wilayah Sumatera. “Saya sudah beberapa kali. Ini bukan yang pertama. Dulu pernah di Sumatera. Sama juga seperti ini, mengunjungi warga dan meninjau perkembangan wilayah transmigrasi,” imbuhnya..

Sementara itu, Sukesi—istri Dasuki juga sempat bercerita mengenai perasaannya tentang kediamannya yang dikunjungi oleh seorang menteri. Sukesi yang pagi itu mengenakan daster batik berwarna hijau mengaku, dirinya tidak bisa tidur, karena terlalu senang."Saya sempat ganti seprai. Itu seprai baru. belum pernah saya pakai, mbak,” ujarnya.

Kebahagiaan Sukesi dan keluarga tersebut juga turut dirasakan oleh seluruh anggota keluarganya. Wanita yang memiliki 5orang anak dan 13 oran cucu ini mengatakan, seluruh anggota keluarganya membantu membersihkan rumah sampai benar-benar bersih ketika mendengar kabar bahwa kediamannya akan dikunjungi oleh Menakertrans.

“Saya bersihin rumah dan kamar sampai bersih. Tadi malam saja, saya tidak bisa tidur, saking senangnya. Saya tidak nyangka ada Menteri yang mau menginap di rumah saya. Saya juga takut kalau tidur. Takutnya kalau pak Menteri minta kopi malam-malam tidak ada yang melayani. Pokoknya saya dan keluarga senang sekali," tuturnya.(*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kuil Emas di Jepang yang Menyimpan Tiga Mumi Penguasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler