JAKARTA – Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU), Prof.Hiras Tobing,PhD, memastikan sama sekali tidak ada larangan memberi ulos kepada orang di luar suku Batak. Karena pemberian ulos menurutnya tidak semata bermakna sebagai penghormatan, namun sekaligus simbolisasi hadirnya Batak dalam diri orang yang diulosi.
“Jadi dengan kita memberikan ulos, artinya orang Batak juga melekat dalam diri orang tersebut. Sehingga nasionalisme tumbuh dan berkembang. Kalau adat dan budaya tidak bisa kita manfaatkan untuk kepentingan nasionalisme, buat apa adat tersebut?” ujarnya menanggapi larangan pemberian ulos kepada suku lain oleh salah seorang calon Gubernur Sumatera Utara, di Jakarta, Selasa (22/1).
Menurutnya, pemberian ulos dapat dilakukan kepada siapa saja di luar orang Batak, asalkan jangan kepada seorang koruptor. Selain itu, pemberian ulos juga tergantung pemaknaan dari prosesi tersebut. Karena masyarakat Batak saat ini telah berkembang sedemikian rupa. Ia menganalogikan ibarat sebuah pisau. “Itu kan bisa dipakai untuk memotong ayam, buah atau untuk kepentingan positif lain. Tapi pisau juga kan bisa dipakai untuk membunuh orang. Jadi sangat tergantung kita memaknai objek ke subjek,” katanya.
Dewan Pakar Persatuan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini menuturkan, pemberian ulos kepada suku lain ini dimulai sejak zaman Belanda masuk ke Tano Batak. Kemudian berlanjut saat terjadinya proses kawin campur antara suku Batak dengan suku maupun bangsa-bangsa lain di dunia. “Jadi analoginya, orang di luar orang Batak, juga bisa menerima ulos,” katanya.
Ia mencontohkan sebagaimana yang pernah dilakukan beberapa waktu lalu. Hiras tidak saja mangulosi seorang anak temannya dari Suku Aceh saat pesta pernikahan. Namun juga mangulosi salah seorang tokoh berdarah Melayu saat diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi. “Kalau memberi uang, tentu tidak akan bermakna apa-apa. Tapi dengan ulos, maknanya lebih dalam. Dia juga akhirnya akan sangat menghargai orang Batak,” katanya.
Sebagaimana diberitakan, Cagubsu nomor urut 2, Effendi MS Simbolon, menyatakan keberatannya atas pemberian ulos dari sejumlah tokoh Batak kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam sebuah acara di rumah Bupati Simalungun, JR Saragih, Effendi kepada wartawan berkata: “Kalian ulosi orang gila itu? Masa kalian biarkan orang gila itu diulosi?”
Saat dikonfirmasi, Effendi yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-P itu membenarkan pernyataan tersebut. "Ia, memang benar Dahlan Iskan itu gila. Bagi kami di DPR RI Komisi VII dari mana tokohnya? Apakah dia (Dahlan, RED) memberikan kontribusi membangun tanah Batak? Kalau memberikan, apa kontribusinya,?" ucapnya kepada Sumut Pos, Rabu (16/1) yang menemuinya di Hotel Grand Antares, Medan.
Ketika disebutkan bahwa orang yang mengulosi Dahlan Iskan adalah tokoh batak di Taput, Effendi mengingatkan, jangan gampang memberikan sebuah ulos kepada seseorang. "Saya sebagai orang Batak ya prihatin. Harusnya ulos itu diberikan kepada kepada tokoh mumpuni dan memiliki kredibilitas serta teruji. Barulah diulosi. Makanya saya sebagai orang Batak keberatan bila Dahlan diulosi," sebutnya.(gir)
“Jadi dengan kita memberikan ulos, artinya orang Batak juga melekat dalam diri orang tersebut. Sehingga nasionalisme tumbuh dan berkembang. Kalau adat dan budaya tidak bisa kita manfaatkan untuk kepentingan nasionalisme, buat apa adat tersebut?” ujarnya menanggapi larangan pemberian ulos kepada suku lain oleh salah seorang calon Gubernur Sumatera Utara, di Jakarta, Selasa (22/1).
Menurutnya, pemberian ulos dapat dilakukan kepada siapa saja di luar orang Batak, asalkan jangan kepada seorang koruptor. Selain itu, pemberian ulos juga tergantung pemaknaan dari prosesi tersebut. Karena masyarakat Batak saat ini telah berkembang sedemikian rupa. Ia menganalogikan ibarat sebuah pisau. “Itu kan bisa dipakai untuk memotong ayam, buah atau untuk kepentingan positif lain. Tapi pisau juga kan bisa dipakai untuk membunuh orang. Jadi sangat tergantung kita memaknai objek ke subjek,” katanya.
Dewan Pakar Persatuan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini menuturkan, pemberian ulos kepada suku lain ini dimulai sejak zaman Belanda masuk ke Tano Batak. Kemudian berlanjut saat terjadinya proses kawin campur antara suku Batak dengan suku maupun bangsa-bangsa lain di dunia. “Jadi analoginya, orang di luar orang Batak, juga bisa menerima ulos,” katanya.
Ia mencontohkan sebagaimana yang pernah dilakukan beberapa waktu lalu. Hiras tidak saja mangulosi seorang anak temannya dari Suku Aceh saat pesta pernikahan. Namun juga mangulosi salah seorang tokoh berdarah Melayu saat diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi. “Kalau memberi uang, tentu tidak akan bermakna apa-apa. Tapi dengan ulos, maknanya lebih dalam. Dia juga akhirnya akan sangat menghargai orang Batak,” katanya.
Sebagaimana diberitakan, Cagubsu nomor urut 2, Effendi MS Simbolon, menyatakan keberatannya atas pemberian ulos dari sejumlah tokoh Batak kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam sebuah acara di rumah Bupati Simalungun, JR Saragih, Effendi kepada wartawan berkata: “Kalian ulosi orang gila itu? Masa kalian biarkan orang gila itu diulosi?”
Saat dikonfirmasi, Effendi yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-P itu membenarkan pernyataan tersebut. "Ia, memang benar Dahlan Iskan itu gila. Bagi kami di DPR RI Komisi VII dari mana tokohnya? Apakah dia (Dahlan, RED) memberikan kontribusi membangun tanah Batak? Kalau memberikan, apa kontribusinya,?" ucapnya kepada Sumut Pos, Rabu (16/1) yang menemuinya di Hotel Grand Antares, Medan.
Ketika disebutkan bahwa orang yang mengulosi Dahlan Iskan adalah tokoh batak di Taput, Effendi mengingatkan, jangan gampang memberikan sebuah ulos kepada seseorang. "Saya sebagai orang Batak ya prihatin. Harusnya ulos itu diberikan kepada kepada tokoh mumpuni dan memiliki kredibilitas serta teruji. Barulah diulosi. Makanya saya sebagai orang Batak keberatan bila Dahlan diulosi," sebutnya.(gir)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Dukung Rekomendasi KY soal Pemecatan Daming
Redaktur : Tim Redaksi