Hal ini ditegaskan anggota BPK yang membidangi ESDM Ali Masykur Musa saat memulai proses audit keuangan di kementerian tersebut.
’’Audit ini agar proses peralihan pengelolaan Migas terjaga akuntabilitas keuangan negaranya. Hasil audit ini pun akan disampaikan kepada Presiden RI, DPR RI, dan Kementerian ESDM,’’ tegas Anggota BPK yang membidangi ESDM Ali Masykur Musa di Kementerian BUMN kemarin.
Ali juga memastikan, BPK akan mengaudit atas peran laporan keuangan dan manajemen pengelolaan BP Migas selama ini. Sehingga kalau ada perpindahan otoritas pengelolaan, maka hal itu bisa dipertanggungjawabkan Kementerian ESDM.
’’Yang jelas, ada dua hal yang akan diperiksa BPK, yaitu BP Migas terkait neraca keuangannya sebelum menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM, dan hubungan BP Migas dengan kontrak-kontrak kerja di luar pemerintah yang jumlahnya mencapai 350-an kontraktor yang tergabung dalam kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) BP Migas,’’ ungkapnya.
Menurutnya, audit kedua hal tersebut sangat penting. Sebab, selama ini dari BP Migas negara memperoleh Rp 365 triliun dalam APBN.
’’Selain itu ada pula kontrak-kontrak yang sedang berlangsung sebelum BP Migas dibubarkan MK. Maka cost recovery-nya harus diperbaiki, termasuk pajak-pajak yang harus diselesaikan BP Migas. Dengan demikian, maka pihak ketiga termasuk investasi tidak akan terganggu dan akan berjalan sebagaimana mestinya,’’ beber Ali yang juga Ketua Umum Ikatan Sarjana NU ini.
Menyinggung temuan BPK senilai Rp 16 triliun, menurut Ali, Kementerian ESDM harus menindaklanjuti temuan BPK sebelumnya di BP Migas tersebut, karena sekarang menjadi tanggung jawab Kementerian ESDM. ’’Perlu diketahui, jika BP Migas sebelumnya selalu diaudit BPK setiap 6 bulan. Kini karena sudah dibubarkan MK, maka jenis audit ini disebut pemeriksaan dengan tujuan tertentu, karena aset yang dikuasakan pada Kementerian ESDM sangat besar,’’ tegas Ali Masykur.
Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, setiap temuan BPK itu tidak selalu identik dengan penyimpangan atau korupsi. Karena itu, setelah BP Migas di bawah pengelolaan kementeriannya memang harus diaudit terlebih dulu mengingat BP Migas selama ini setiap harinya menghasilkan Rp 1 triliun untuk negara.
’’Itu harus dipertanggungjawabkan kepada negara. Termasuk temuan BPK sebesar Rp 16 triliun itu tidak selalu penyimpangan. Bisa saja karena belum dilaporkan karena pihak terkait sedang di luar negeri, di luar kota dan sebagainya yang mesti diperbaiki. Jadi, kami akan tindak lanjuti,’’ pungkas Jero.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar audit dilakukan terhadap BP Migas setelah seluruh kegiatan BP Migas dilanjutkan Kementerian ESDM dan di bawah kendali Menteri ESDM. Langkah itu dilakukan setelah MK memutuskan BP Migas yang diatur dalam UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga harus dibubarkan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPD RI Laode Ida mengatakan, kebijakan Presiden SBY pasca putusan MK mengenai satuan kerja pengganti BP Migas di Kementerian ESDM belum menunjukkan komitmen keseriusan menjalankan konstitusi terkait pengelolaan Migas. Bahkan, justru berpotensi dimanfaatkan oleh kepentingan kekuasaan menghadapi tahun politik 2014.
’’Satuan kerja itu tak lebih hanya sebagai ganti nama. Sementara yang mengelolanya adalah pihak itu-itu saja, bahkan akan kian memberi ruang besar bagi kelompok kepentingan untuk meraih niat jahatnya,’’ ujar dia.
Laode menambahkan, substansi pengelolaan migas ada dalam kontrak karya. Maka sepanjang tak meninjau isi kontrak karya itu bisa berarti masih terjadi pembiaran terhadap pelanggar konstitusi. Pemerintah bisa dikatakan melanggar konstitusi. Karena itu, Presiden SBY seharusnya segera berkonsultasi dengan para ahli independen kritis, termasuk pihak pemohon judicial review agar tak melanggar konstitusi lebih lanjut. (ind)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Warisan Dunia, Omzet Batik Naik 300 Persen
Redaktur : Tim Redaksi