jpnn.com - BATAM - Badan Pengusahaan (BP) Batam baru saja meluncurkan sistem pembayaran jasa kepelabuhanan berbasis online yang dinamai host to host.
Sayangnya, sistem ini ditentang pengusaha. Kamis (15/9), puluhan agen kapal menggelar aksi mogok kerja sebagai bentuk penolakan atas sistem online yang dikeluarkan BP Batam pada 1 September lalu.
BACA JUGA: Kecelakaan Kapal di Lombok, 2 Orang Meninggal
Padahal sistem host to host bertujuan untuk meminimalisir adanya kebocoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pelabuhan. Selain itu, sistem online ini juga untuk mengindari praktik pungutan liar (pungli).
Untuk itu, Kepala BP Batam, Hatanto Reksodipoetro, mengaku tetap akan mempertahankan sistem online ini. Dengan harapan tidak ada lagi penerimaan negara dari pelabuhan Batam yang menguap atau hilang.
BACA JUGA: Sinar Mas Forestry Bantu Renovasi Rumah Keluarga Praka Wahyudi
"Buat Batam, pelabuhan dan bandara harus menjadi PNBP terbesar. Kemudian masuk ke koper Menteri Keuangan (Menkeu) dan akan dipakai lagi untuk sumber pembangunan di Batam," jelas Hatanto di Nongsa Point Marina (NPM), seperti diberitakan batampos (Jawa Pos Group) hari ini (16/9).
Hatanto menjelaskan, BP Batam merupakan Badan Layanan Umum (BLU) sehingga tidak memerlukan persetujuan khusus untuk menggunakan dana PNBP itu lagi. Namun fakta yang diperoleh di lapangan, sumber PNBP ini tidak bisa digarap maksimal karena berbagai faktor.
BACA JUGA: Mulai Ngirit Dana, Pemkot Rapat dengan Camilan Seadanya
"Selama ini setelah kita teliti, banyak PNBP dari pelabuhan yang tidak masuk," imbuhnya.
Kapal yang akan berlabuh di pelabuhan yang ada di Batam harus melapor dulu dan mengisi formulir Pernyataan Umum Kapal (PUK). Setelah itu kapal dapat menggunakan jasa pelabuhan seperti penggunaan air, bahan bakar, dan lainnya. Baru bisa dikeluarkan estimasi tagihannya.
"Namun pada kenyataannya, berbeda dengan pesawat yang pergi pelan-pelan, kapal bisa diam-diam pergi pada malam hari," ujarnya.
Hal inilah yang menyebabkan kebocoran PNBP dari pelabuhan. Dengan sistem host to host, para agen atau pengguna jasa kepelabuhanan dapat menaruh deposit sebesar 125 persen. Begitu setelah selesai menggunakan jasa pelabuhan, maka deposit tersebut akan dipotong dari akun si pengguna jasa.
"Sifatnya seperti sebuah saldo. Begitu selesai maka depositnya akan dipotong," tambahnya.
Hatanto memastikan, BP Batam tidak akan bermain-main dengan uang tersebut karena deposit tersebut tercatat di perbankan. "Host to Host menghindarkan kekhilafan, karena banyak yang lupa bayar bahkan setelah sekian tahun," ungkapnya.
Ia kemudian mempertanyakan unjuk rasa yang dilakukan oleh pengusaha yang tergabung dalam Indonesian Nasional Shipowner Association (Insa), Pelabuhan Rakyat (Pelra) dan Perusahaan Bongkar Muat (PBM). "Kalau mereka tidak suka host to host, ya maunya apa," jelasnya.
Menurut Hatanto, sistem online ini merupakan salah satu amanah dari Presiden Joko Widodo yang menyebut satu cara untuk memperbaiki moral hazard atau jebakan moral di tubuh pemerintahan dan masyarakat adalah dengan menggunakan sistem teknologi informasi (TI).
Dengan sistem berbasis TI, maka transaksi yang melibatkan pertemuan petugas dan pengusaha atau agen-agen yang memungkinkan terjadinya pungli akan segera teratasi.
"Sistem ini dibangun karena pemerintah pusat yang minta. Sistem IT lebih efisien dan pasti," imbuhnya.
Mengapa Singapura maju. Hatanto mengungkapkan karena adanya kepercayaan (trust). Dan alat untuk mewujudkan itu adalah dengan memberdayakan TI dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
"Kalau ada kepercayaan dan kepastian, pasti akan banyak kapal yang bersandar di Batam," jelasnya.
Ia menegaskan, suka atau tidak suka, BP Batam tetap akan menjalankan sistem host to host ini. Menurut dia, pro dan kontra terkait suatu kebijakan baru merupakan hal yang biasa dalam tatanan pemerintahan.
"Kami akan tetap jalan, tidak akan mundur. Jadi semua pihak harus terima," tegasnya.(leo/opi/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suami: Mungkin Istri Saya Itu Suka yang Lebih Besar
Redaktur : Tim Redaksi